TEMPO.CO, Jakarta - Utang luar negeri swasta masih dominan ketimbang pemerintah. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan hal tersebut wajar. "Karena anggaran pemerintah hanya 10-12 persen PDB Indonesia," ucap Mirza saat ditemui di Mahkamah Agung, Kamis, 20 Agustus 2015.
Mirza berujar, utang luar negeri swasta lebih mendominasi karena pendapatan sektor swasta dan badan usaha milik negara lebih besar ketimbang pemerintah. "Kalau utang swasta lebih besar, itu sebenarnya wajar."
Baca:
Diterima di UGM, Calon Dokter Usia 14 Tahun Minta Kado Aneh
Tipu 35 Tenaga Honorer, Dokter Ini Divonis 3 Tahun Penjara
Mirza menegaskan, dibutuhkan langkah untuk mengendalikan utang luar negeri swasta, terlebih yang tidak menghasilkan valuta asing. "Meski wajar, tetap perlu dikendalikan, karena utang valas dipergunakan untuk kegiatan yang bukan menghasilkan valas itu akan menimbulkan risiko bagi perusahaan itu sendiri," ujarnya.
Baca Juga:
Kim Jong-un Kunjungi Perkebunan Buah-buahan
Ini Rahasia SPG Cantik di IIMS 2015: Biasa Kerja di Jalanan
Mirza menuturkan, selain berisiko bagi perusahaan, utang swasta yang besar dan tidak dapat menghasilkan valas tentunya juga akan berisiko bagi makro ekonomi. Karena itu, BI sudah menerbitkan aturan hedging (lindung nilai). “Perusahaan, kalau bukan penghasil dolar, harus hedging, harus lindung nilai. Karena itu, ada aturan kewajiban hedging,” katanya.
DEVY ERNIS
Berita Menarik:
Ini Rahasia SPG Cantik di IIMS 2015: Biasa Kerja di Jalanan
Wah, Gitaris Ayu, 10 Tahun, Bikin Musisi Inggris Terpesona