TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development Economics and Finance Imaduddin Abdullah menilai anjloknya bursa Cina belum berimbas ke sektor riil di negara tersebut, sehingga juga tidak belum akan berimbas ke perdagangan Indonesia – Cina.
Menurut Imaduddin, selama beberapa tahun terakhir, Cina mengalami hub landing dari negara manufaktur menjadi berfokus kepada sektor jasa, yang akhirnya memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan.
Di satu sisi memang terjadi penurunan perekonomian, tetapi di sisi lain penurunan yang terjadi di bursa Cina sendiri tidak begitu berpengaruh terhadap sektor riilnya.
Jika melihat data historis, lanjutnya, penurunan yang terjadi di bursa Cina saat ini sebenarnya masih lebih tinggi dibanding April, dan lebih tinggi jika dibandingkan secara year on year. Menurutnya, yang menjadi kekhawatiran oleh pemerintah Cina bahwa penurunan di bursa tersebut masih akan terus berlanjut, terlebih lagi setelah ada pemotongan suku bunga acuan.
“Mereka baru memotong interest rate, yang ditakutkan menjadi boomerang, padahal awalnya mereka bertujuan memulihkan ekonomi kembali,” ujarnya baru-baru ini.
Namun, Imaduddin kembali menegaskan bahwa dampak yang terjadi di bursa masih belum sampai ke sektor riil. Hal sebaliknya akan terjadi jika dampaknya sudah masuk ke sektor riil dan berimbas ke perlambatan ekonomi yang lebih dalam. Jika hal tersebut terjadi, baru akan menimbulkan efek terhadap perdagangan Indonesia.