TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menyatakan cadangan devisa Indonesia saat ini masih dapat memenuhi enam bulan impor. Cadangan devisa pada akhir Juni 2015 berada di angka US$ 108 miliar atau 13% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo mengatakan bank sentral akan selalu menjaga cadangan devisa dalam jumlah yang memadai. Saat ini jumlah cadangan devisa masih memenuhi untuk enam bulan impor.
"Kita ini kan sekarang cadangan devisanya masih bisa memenuhi enam bulan impor plus memenuhi kewajiban. Kita selalu akan menjaga cadangan devisa kita dalam jumlah yang memadai," ujarnya di Jakarta.
Bank sentral, lanjutnya, akan selalu berada di pasar untuk melakukan intervensi karena nilai tukar rupiah mencerminkan fundamental ekonomi.
"Dengan kondisi sekarang, meskipun ada hasil referendum bahwa tidak disetujui over dari kreditur, itu suatu peristiwa yng besar. Tapi dampak ke nilai tukar kita tidak besar. Artinya, pasar menerima," katanya.
Dia menambahkan kondisi inflasi sudah mulai terkendali serta transaksi berjalan sudah menunjukkan kondisi yang lebih baik dengan angka 2,5% dari PDB.
"Sebelumnya transaksi berjalan bisa di atas 4% dari GDP (PDB), sekarang 2,5% dan itu juga terlihat dari surat utang yang dikeluarkan pemerintah, kita lihat peminatnya masih banyak," ucap Agus.
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menuturkan posisi cadangan devisa senilai US$108 miliar tersebut didorong peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan pembayaran deviden ke luar negeri yang memang besar.
"Namanya bulan Juni adalah bulan dimana permintaan valas untuk bayar utang, dividen ke luar negeri memang besar. Kedua ya memang tekanan di pasar keuangan juga belum reda sedangkan eksportir biasanya dalam kondisi tekanan malah tidak jual dolarnya, malah hold dolarnya," tuturnya.
Bank Indonesia, tambahnya, juga hadir di pasar obligasi, bukan untuk mengendalikan yield (imbal hasil) obligasi surat berharga negara (SBN) tetapi jika ada investor yang keluar dari SBN pasti membeli dolar, sehingga Bank Indonesia juga hadir di pasar obligasi.
Selama dua pekan terakhir, investor asing sudah masuk ke pasar SBN sehingga terjadi aliran modal masuk (inflow). "Hal itu menyebabkan penguatan rupiah terhadap dolar AS yang sempat menguat menyentuh level Rp13.295. Penguatan itu disebabkan ada investor masuk ke pasar SBN," kata Mirza.