TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, bertekad untuk terus menjaga daya beli masyarakat melalui serangkaian kebijakan keep buying strategy yang didorong oleh instrumen fiskal.
Strategi tersebut berupa ramuan kebijakan fiskal termasuk potongan pajak dan insentif investasi, untuk menjaga agar daya beli masyarakat tetap terpelihara guna mengimbangi perlambatan ekonomi global.
Langkah ini dilakukan mengingat perekonomian tengah mengalami tantangan yang tidak mudah, sehubungan dengan dampak kelesuan ekonomi global dan risiko ketidakpastian domestik yang dipicu persepsi negatif terhadap kinerja pemerintahan.
Serangkaian kebijakan telah dan akan dilakukan, menurut Menteri Keuangan Bambang Sumantri Brodjonegoro, guna menjaga agar daya beli konsumen tetap terpelihara. Intinya adalah untuk memompa konsumsi domestik.
Dengan demikian, diharapkan perekonomian akan terus tumbuh dan terhindar dari tekanan berkelanjutan. Terlebih setelah pada kuartal I lalu perekonomian tumbuh melambat, hanya 4,71% di bawah target pemerintah yang mematok laju pertumbuhan di atas 5%.
Menjaga konsumsi masyarakat menjadi salah satu instrumen penting guna mempertahankan kinerja pertumbuhan ekonomi. Sebab konsumsi, bagaimanapun, menjadi mesin pertumbuhan utama bagi emerging market seperti Indonesia, di mana kelas menengah menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
Salah satu langkah yang diambil adalah penghapusan pajak pembelian barang mewah untuk beberapa produk seperti elektronik dan peralatan rumah tangga, serta menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak untuk semua wajib pajak.
Strategi fiskal ini diharapkan akan meningkatkan efektivitas kebijakan pelonggaran moneter yang ditempuh bank sentral. Relaksasi moneter parsial telah dilakukan bank sentral dan otoritas jasa keuangan, antara lain melalui pelonggaran uang muka kredit (LTV/loan to value) untuk pembelian rumah dan sepeda motor. Langkah ini diharapkan akan memacu pembelian properti dan otomotif.
Sekalipun relaksasi LTV itu tidak serta merta memacu pembelian otomotif dan properti, setidaknya diharapkan akan mengerem penurunan pembelian otomotif dan properti yang sempat lesu pada semester I tahun ini.
Namun, relaksasi LTV dan pemberian potongan pajak saja rasanya tidaklah cukup. Upaya menjaga daya beli masyarakat perlu disertai langkah strategis lainnya guna mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja pada perusahaan khususnya di sektor padat karya.
Perlu insentif khusus untuk perusahaan yang tidak melakukan PHK, yang dikaitkan dengan keringanan pembayaran pajak perusahaanperusahaan tersebut.
Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi stimulus atau pemanis agar perusahaan tidak melakukan PHK meski kondisi sedang tidak kondusif, karena beban mereka terkompensasi oleh insentif yang diberikan pemerintah. Dengan demikian, karyawan yang masih bekerja akan tetap memiliki daya beli.
Apabila strategi tersebut dapat dilakukan, diharapkan akan menghasilkan efek spiral ke atas yang mendongkrak kembali perekonomian.
Pasalnya, daya beli masyarakat akan memastikan produk dan jasa perusahaan tetap laku, sehingga aktivitas produksi akan terus bergeliat.
Dengan demikian, risiko pengurangan produksi di sektor manufaktur dapat dicegah sehingga akan mengurangi potensi pemutusan hubungan kerja lebih lanjut.
Lebih dari itu, pemerintah perlu memastikan agar realisasi anggaran dapat dipercepat pada paruh kedua tahun ini. Sebab, realisasi anggaran, terutama belanja modal, akan memacu pembangunan proyek infrastruktur yang dibiayai anggaran pemerintah.
Ini bukan hanya mendorong penyediaan infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan konektivitas dan efisiensi perekonomian, tetapi yang terpenting adalah menyediakan lapangan kerja baru.
Tidak kalah penting, realisasi anggaran dan proyek infrastruktur tersebut akan menjadi kabar baik bagi pelaku bisnis dan pelaku pasar, guna membalik persepsi bahwa pemerintah bekerja efektif, dan mampu merealisasikan program yang diperlukan untuk memperbaiki perekonomian.
Persepsi ini, pada akhirnya, jauh lebih penting karena akan meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah dan perekonomian, yang pada gilirannya akan mendorong kembali aktivitas bisnis dan investasi. Hal itu, apabila terjadi, akan menyediakan lapangan kerja lebih luas, yang pada ujungnya akan semakin meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong ekonomi berputar lebih kencang lagi.