TEMPO.CO, Banyuwangi - Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan Holtikultura Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menargetkan untuk memperluas lahan budidaya melon dari 278 hektare menjadi minimal 500 hektare.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan Holtikultura Banyuwangi, Ikrori Hudanto, mengatakan perluasan halan budidaya melon, karena Banyuwangi berpeluang besar sebagai sentra melon. “Melon bagus ditanama di daerah yang tidak terlalu banyak air,” ujar dia kepada Tempo, Selasa, 9 Juni 2015.
Saat ini sentra budidaya melon di Banyuwangi terdapat di empat kecamatan, yakni Kecamatan Muncar, Siliragung, Pesanggaran dan Kecamatan Tegaldlimo.
Pada 2014 dihasilkan 8.479 ton melon dari lahan seluas 278 hektare. Melon asal Banyuwangi dikirim ke pasar modern di Bali, Surabaya dan Jakarta. Dengan harga paling rendah Rp 3.500 per kilogram, petani bisa mendapatkan pendapatan bersih hingga Rp 100 juta.
Menurut Ikrori, keseriusan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengembangkan budidaya melon ditandai dengan Jambore Varietas Melon, bekerjasama dengan Kementerian Pertanian pada 7-8 Juni, di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar. Sebanyak 15 perusahaan perbenihan se-Indonesia terlibat dalam acara itu.
Ada 63 varietas benih unggul yang diujicobakan. Di antaranya varietas Ivory, Lola, Melani 1, SW 411, Kuning bulat, Lucky Star, Melon Apel, Vermelo, Gracia, Eksis F1, Diora, Aramis, Uranus, Radja, Golden Star, Jitu, Sumo, Aura 1, dan Aura 2.
Ada pula Quick 1, Quick 2, Sweet M10, Kinanti, Melindo 15, Adinda, Devina, Zabra, Legita, M3, ME 01, Kirani, Mega 500, SW 444, Green Flash, SW 405, MAI 119, Galaksi, dan Melindo 10.
Varietas-varietas tersebut telah ditanam di Kecamatan Muncar sejak 7 April 2015 dan panen perdana pada 7 Juni 2015. Hasil panen tersebut saat ini sedang diuji oleh Direktorat Jenderal Holtikultura Kementerian Pertanian. “Kami cari 9 varietas terbaik untuk ditanam di Banyuwangi,” ujar Ikrori.
Sekretaris Kelompok Tani Melon “Ridho Lestari”, Ali Imron, mengatakan melon sangat menguntungkan bagi petani dibandingkan semangka. Produktivitas melon bisa mencapai 35-40 ton per hektare, dengan harga jual Rp 5 ribu – Rp 7 ribu per kilogram.
Sekali panen, petani bisa mendapatkan Rp 150 juta. Sedangkan dalam setahun melon bisa dipanen hingga 4 kali. “Berbeda dengan semangka yang harga jualnya hanya Rp 2.500 per kilogram,” ucap Ali.
Namun Ali mengakui kendala yang dihadapi petani, yakni pada saat panen raya harga melon berdaging putih bisa melorot hingga Rp 1.000 per kilogram, dan yang berdaging merah Rp 3 ribu per kilogram. Itu sebabnya, para petani meminta pemerintah dan pelaku usaha untuk melindungi harga melon di kisaran Rp 5 ribu per kilogram.
Kendala lainnya, biaya produksi yang besar, yakni mencapai Rp 50 juta per hektare untuk sekali panen. Biaya produksi terbesar untuk ongkos pembuatan tempat penyemaian (bedengan), plastik, tenaga kerja dan pestisida. Untuk memulai budidaya melon juga membutuhkan biaya hingga Rp 80 juta.
Menurut Imron, dengan besarnya biaya produksi, pemerintah harus menjamin akses petani ke perbankan. “Selama ini petani masih sulit mencari kredit bank,” tuturnya.
IKA NINGTYAS