TEMPO.CO, Surabaya - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin sempat curhat kepada Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Dalam pertemuan tertutup di Gedung Negara Grahadi hari ini, Maroef mengeluh karena tidak ada industri lanjutan bagi pabrik pemurnian mineral (smelter) yang akan dibangun.
“Freeport itu gelisah karena asam sulfat dan gypsum slug-nya menjadi B3 (bahan berbahaya dan beracun),” kata Soekarwo seusai pertemuan kepada wartawan, Rabu, 3 Juni 2015.
Baca Juga:
Limbah asam sulfat merupakan hasil sampingan dalam proses pemurnian mineral. Jika limbah berbahaya ini tak diolah, akan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Namun, bila terdapat industri lanjutan, asam sulfat bisa dijadikan pupuk.
“Kalau smelter tidak di Jawa Timur, limbah akan menjadi beban bagi dia (Freeport). B3 itu bukan saja terbuang, tapi membuangnya kan harus membayar,” ujar Soekarwo.
Freeport juga mengeluhkan soal kendala yang berasal dari pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Papua. Tapi Maroef, ucap Soekarwo, tak merinci alasannya.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Soekarwo meyakinkan kembali agar smelter dibangun di Gresik. Pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu menjamin kepastian dan kenyamanan investasi di Jawa Timur. Namun dia meminta syarat: Freeport wajib memenuhi domestic market obligation (DMO) untuk tembaga. “Tembaga untuk kepentingan Jawa Timur wajib didahulukan. Jadi jangan diekspor. Oke, kata dia (Freeport),” ucapnya.
Menurut Soekarwo, keuntungan besar akan diperoleh Jawa Timur berkat adanya smelter. Dia menuturkan kapasitas sekitar 2 juta ton konsentrat mineral per tahun bisa diproses calon smelter Freeport itu. “Ditambah 1 juta ton dari PT Smelting, total sekitar 3 juta ton (dari Jawa Timur). Itu akan menjadi smelter terbesar di dunia,” ujarnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA