TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan warga Pulau Bunguran, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri, berebut mencari batu meteor di Padang Tujuh, Desa Teluk Buton, Kecamatan Bunguran Utara, sejak Sabtu pagi, 30 Mei 2015.
"Sejak pagi kami ramai berdatangan ke Padang Tujuh hingga sore cobalah lihat ratusan orang sibuk mencangkul sana sini seperti menanam ubi. Kami semuanya mencari meteor," ujar Sudirmanto warga Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut.
Menurut dia, batu meteor merupakan batu langka asli Natuna, beda dengan batu satam karena meteor lebih mengkilat dan hitam berminyak. Batu meteor berada di dalam tanah sehingga untuk mendapatkan perlu mengali tanah yang tidak terlalu dalam. Sedangkan satam berada di permukaan.
Padang Tujuh merupakan lokasi lahan terlantar yang luas, ditumbuhi semak dan tanaman perdu kelumunting. Di areal semak itulah masyarakat sibuk mengali tanah mencari meteor, batu hitam yang besarnya tidak lebih dari sejempol jari dan tidak berbentuk.
Ketua Ikatan Pemuda Tanjung Sudir mengatakan, dirinya bersama puluhan pemuda dari kampungnya ikut mencari meteor karena batu tersebut langka tidak ada di daerah lain dan nilai jualnya juga bagus.
"Jika ada batu-batuan kecil warna hitam dan putih, maka galilah akan ditemukan batu meteor. Tanah yang digali pun tidak terlalu dalam paling dalamnya sejengkal," ujar Sudir seraya menambahkan satu lokasi galian biasanya ada satu meteor.
Ia mengaku, sejak pagi hingga sore telah menemukan sekitar 21 batu meteor dengan berbagai bentuk dari sebesar kelereng hingga ada yang lonjong seperti jari telunjuk. "Meteor batunya kecil-kecil dan tidak berbentuk utuh, kalau dah dibuat cincin kilatannya sangat bagus," katanya.
"Kalau orang yang tidak pandai mengasahnya maka batu akan hancur. Untuk membentuk meteor menjadi cincin harus dengan orang yang sudah ahli karena mereka akan tahu teknik khusus mengolah meteor," ujar Sudir yang acap membuat sendiri batu cincin meteor.
ANTARA