TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha Papua mengeluhkan eksklusivitas Freeport dalam menjalankan operasinya di Papua.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Papua, Rosiyanti mengatakan jangankan terhadap penduduk lokal yang cuma punya tenaga, pengusaha setempat pun tak pernah diajak kerjasama.
"Kami tak pernah jadi pemasok dan kontraktor di Freeport," kata Rosiyanti yang mengaku sudah 20 tahun mengurus Kadin Papua ini, Senin 25 Mei 2015. Menurut dia, Freeport selalu membawa rekanan dari Jakarta atau bahkan negara asal mereka, Amerika Serikat, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di area operasinya.
Rosiyanti mencontohkan, untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan, sayuran dan telur untuk karyawannya, Freeport tak pernah mengajak pengusaha lokal. Pengusaha di Papua, dia melanjutkan, hanya bisa gigit jari melihat derasnya perputaran uang di area operasi Freeport.
"Jangan takut kepada pengusaha di Papua. Untuk Telur, buah-buahan, beri kesempatan untuk pengusaha Papua, jangan Jakarta saja," protes Rosiyanti. Eksklusivitas itu, menurut Rosiyanti, bahkan menimbulkan kesenjangan antara kota Timika dan area operasi Freeport di Tembagapura. "Kita bisa lihat, Timika itu seperti desa, Freeport seperti di luar negeri," katanya.
Baca Juga:
Menanggapi curhat Rosiyanti, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin tampak tenang. "Saya dengan senang hati, kalau bapak dan ibu mau berbicara khusus dengan saya," ujar Maroef dalam diskusi Trade and Investment Forum Indonesia Bagian Timur.
Disinggung mengenai kesenjangan ekonomi antara area operasi Freeport dan daerah di sekelilingnya, Maroef berkomentar, "satu yang bisa saya katakan, bahwa Freeport menyumbang 91 persen dari APBD Timika. Silakan makna sendiri."
PINGIT ARIA