TEMPO.CO, Jakarta - Para pengunjung kafe di Tokyo bagian barat mengagumi makhluk "lucu" dan elegan yang punya senjata untuk merobek-robek daging dan mencongkel mata. Burung hantu dan burung pemangsa lain adalah binatang populer yang ditawarkan "kafe-kafe liar" di Jepang saat ini. Namun, di Falconer's Cafe, pengunjung dapat membeli makanan, minuman, dan juga elang muda.
Para pengunjung, yang kebanyakan perempuan, mendatangi kafe yang baru berdiri ini. Kafe yang mulai beroperasi pukul 1 siang itu berlokasi dekat bagian barat "Nishi-en" dari Taman Inokashira di Kota Mitaka.
Sekitar sepertiga dari luas lantai, setara dengan 15 tikar tatami, dipisahkan kaca untuk membuat ruangan bagi sepuluh hewan liar, termasuk elang Harris.
"Saya ke sini untuk bersantai," kata Ayako Kawauchi, 35 tahun, dari Niigata, yang mampir ke kafe saat berkunjung ke Tokyo. "Mereka memiliki mata yang besar dan lucu," ujarnya seraya mengabadikan burung-burung yang bertengger di sarang dengan telepon selulernya.
Asako Kaneko dari Yokohama membawa Pino, burung hantu muda, ke kafe itu. "Sangat menarik, saya bisa datang ke sini dengan peliharaan," tuturnya.
Kaoru Sasaki, pemilik Falconer's Cafe berusia 55 tahun, mengatakan dia menyukai burung sejak kecil. Dia telah dibimbing oleh pelatih elang agar dapat mengurusi burung-burung itu.
Awalnya dia bermaksud membuat kafe sebagai tempat pertemuan bagi orang yang memiliki ketertarikan yang sama. Namun, sejak kafenya dibuka pada 2011, rupanya tempat itu diketahui banyak orang di luar pergaulan teman-temannya.
Sasaki mengambil Reira, elang Harris betina muda, ke alun-alun terdekat yang dipenuhi beberapa orang. Setelah dia melepaskan kaki Reira, si burung terbang dan mendarat di pohon yang jauhnya puluhan meter dari situ.
Sasaki memanggil Reira, dan elang itu pun kembali ke lengannya, menghilangkan segala kekhawatiran bahwa si elang akan kabur menuju kebebasan. "Kami terhubung oleh rasa saling percaya," ucap Sasaki.
Dia mengatakan awalnya burung dilatih dalam jarak dekat sehingga mereka bisa secara perlahan beradaptasi pada latihan tersebut. “Burung pemangsanya tidak pernah menyerang manusia atau burung liar karena mereka telah dilatih sejak kecil,” Sasaki menjelaskan.
Sebagian pengunjung yang membeli burung pemangsa muda di kafe Sasake menempatkannya di dalam apartemen karena burung dibesarkan dalam ruangan yang bersih. "Sungguh menarik bagaimana (elang) bisa kembali dari jauh untuk beristirahat di tanganku," kata Naoko Masuzawa, 50 tahun, karwayan yang tinggal di Mitaka. Dia telah memelihara elang selama empat tahun dan melatihnya di bawah instruksi Sasaki setiap hari libur.
"Elang memiliki karakter jinak," ujar Masuzawa. "Saya merasa makin tertarik setelah mengenal mereka lebih dalam."
Ada berbagai regulasi untuk memelihara burung pemangsa. Kementerian Lingkungan menyatakan ada aturan ketat untuk menangkap burung pemangsa liar tanpa izin. Namun membeli burung pemangsa muda atau anak burung impor dilegalkan.
Warga yang ingin memelihara spesies burung berukuran besar harus mendapat izin dari gubernur prefektur, misalnya elang emas. Namun burung hantu atau elang dari spesies umum dapat dipelihara tanpa izin khusus.
Sebagian besar klien Sasaki adalah pria. Namun kini makin banyak pembeli perempuan dan keluarga.
Butuh waktu 2-3 bulan untuk menginstruksikan calon pembeli bagaimana mengurus dan memberi makan elang. Butuh setengah tahun untuk mempelajari bagaimana menerbangkan elang. Namun metode latihannya tidak sulit. “Murid sekolah dasar pun dapat mempelajarinya,” tutur Sasaki.
Namun, Sasaki menegaskan, "Saya hanya menjual burung kepada mereka yang benar-benar mempelajarinya."
Elang berukuran sedang, termasuk elang Harris, punya rentang usia dari 25 hingga 30 tahun.
"Anda tidak bisa memeliharanya kecuali memang sepenuhnya bertekad merawatnya," ujar Sasaki seperti dilansir dari Asahi Shimbun, Senin, 25 Mei 2015.
ANTARA