TEMPO.CO, Jakarta - Komisi VI DPR akan membuat Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan dibuatnya undang-undang baru tentang BUMN adalah untuk mengatur keberadaan anak perusahaan dari BUMN. Rancangan undang-undang ini akan selesai akhir tahun 2015.
"UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN itu menurut kajian kami, hanya berbicara masalah badan usaha, belum MN (milik negara) karena di sana tidak diatur mengenai anak perusahaan dan holding perusahaan," kata Heri di gedung DPR, Jakarta, Selasa.
Dalam UU BUMN yang direncanakan selesai tahun ini juga akan mengatur tentang beberapa hal seperti masalah penentuan komisaris dan direksi perseroan (BUMN) dan masalah transaksi dalam mata uang rupiah yang sudah diamanatkan.
"Sekarang BUMN itu punya anak perusahaan, modalnya dari BUMN dan itu uang negara. Gak mungkin direksi ngumpulin uang sendiri lalu dirikan perusahaan," sebutnya.
Dengan dibuatnya UU BUMN yang baru tersebut, tambahnya, akan mendeteksi keberadaan anak perusahaan yang dibuat oleh BUMN. Sebab, BUMN yang membentuk anak perusahaan telah menyalahgunakan uang negara.
"Betul ada penyalahgunaan uang negara dengan membentuk anak perusahaan. Anak perusahaan ini tidak terdeteksi oleh UU BUMN yang ada selama ini. Karena UU BUMN hanya mengatur BUMN saja. Padahal tidak sedikit BUMN membentuk anak perusahaan dan itu modalnya dari negara. Anak perusahaan yang dibentuk memberikan keuntungan tapi sejauh mana setoran deviden kepada BUMN, terhadap pemerintah. Kalau tidak tercatat, matilah kita," katanya.
"Karena tidak ada dalam UU BUMN lama, tidak ada laporan dari anak perusahaan ke BUMN yang disampaikan ke DPR, jadi tidak bisa disalahkan. UU baru itu bisa meminta pertanggungjawaban BUMN yang membentuk anak perusahaan," ujarnya.
UU BUMN yang baru ini juga akan mensinergikan satu BUMN dengan yang lain. "Kita ingin BUMN ini jadi agen pembangunan untuk kita sendiri. Sejauh mana BUMN ini jadi agen pembangunan? Sekarang ini tidak ada. Misalnya PLN butuh gas, batu bara, lalu beli ke mana-mana, kenapa tak beli gas ke PGN," kata Heri.
ANTARA