TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan swasta mendapat izin pemerintah untuk memanfaatkan sumber air, tapi bukan berarti perusahaan itu bisa menguasai sumber. Pemanfaatan sumber air oleh perusahaan swasta harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Seharusnya mereka mengambil air sesuai dengan izin, bukan sesuai dengan hasil yang didapat dari pengeboran," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Djoko Mursito dalam keterangan tertulis di Jakarta. Karena itu, ujar dia, perusahaan swasta harus memiliki fungsi pengendalian dan pelaksanaan dalam pengeboran sumber air tersebut.
Djoko mencontohkan, ada perusahaan air minum kemasan yang mendapat izin pengeboran dengan kedalaman 18 meter, tapi mereka mengambil air dengan kapasitas 80 liter/detik sesuai dengan hasil pengeboran.
"Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sudah menyurati Menteri Hukum dan HAM untuk menanyakan kelanjutan kerja sama sebelum pembatalan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Di situ dinyatakan bahwa kerja sama masih berlaku, hanya perlu penyesuaian dan pengawasan," katanya.
Sebelumnya, pencabutan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air disebut tidak bakal mengganggu pemenuhan kebutuhan air minum karena izin terkait dengan sistem penyediaan air minum bagi masyarakat tetap berada di tangan pemerintah.
"Pencabutan UU SDA membuat perubahan kebijakan dalam pengelolaan air minum, yaitu tidak diperbolehkannya pengusahaan air minum menjadi penguasaan air minum. Dalam hal ini, swasta tidak diperbolehkan lagi mengelola air minum dari hulu sampai hilir," kata Direktur Pengembangan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muhammad Natsir di Jakarta.
Dengan demikian, menurut dia, izin pemanfaatan SDA nantinya tetap dimiliki oleh pemerintah, yakni badan usaha milik negara/daerah yang ditunjuk yaitu perusahaan daerah air minum di masing-masing daerah. Perusahaan daerah air minum akan menangani, antara lain, sambungan rumah, sehingga pelayanan tersebut bakal menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Namun, ia mengemukakan, dalam pelayanan unit air baku, produksi, dan jaringan distribusi utama, sebenarnya pemerintah bisa bekerja sama dengan pihak swasta.
"Ada tanggung jawab negara untuk melakukan pengawasan dan pengendalian. Kebijakannya akan berbeda dengan pengelolaan air dan sumber air yang terjadi selama ini. Dengan rancangan peraturan pemerintah yang baru nanti akan dilakukan standardisasi kontrak. Juga dilakukan pengawasan terhadap jalannya kontrak, dan harus ada laporan dari pihak yang melakukan kerja sama tersebut kepada pemerintah," kata Natsir.
Kemudian, tarif juga harus ditentukan oleh pemerintah sehingga bentuk kerja sama dengan swasta akan seperti penugasan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, akses aman air minum sampai dengan 2013, baik melalui jaringan perpipaan dan non-perpipaan, telah mencapai 67,7 persen dari total penduduk Indonesia. Dari jumlah itu, kebutuhan air minum yang terpenuhi melalui perpipaan sebesar 20 persen.
ANTARA