TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Dalam Negeri Ardiansyah Parman menduga ada motif tertentu dari rumor beredarnya beras plastik dalam dua pekan terakhir. Ardiansyah menduga ada potensi informasi ini palsu alias hoax.
"Nah, ada kemungkinan itu (hoax), makanya polisi ikut bergerak untuk mendalami sebenarnya apa tujuan di balik ini semua," kata Ardiansyah saat ditemui seusai diskusi di Jakarta, Sabtu, 23 Mei 2015.
Ardiansyah menuturkan dugaan tersebut terlintas karena, dari 500 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, hanya Bekasi yang positif ada peredaran beras itu. Berarti, harus ada pendalaman khusus dari pemerintah dan penegak hukum di tempat tersebut secara lebih rinci lagi.
Untuk itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional ini mendorong agar pemeriksaan laboratorium bisa segera mendapatkan hasil. Dia juga mengimbau kepada pemerintah untuk terus proaktif menyampaikan informasi kepada masyarakat. "Kalau memang hasilnya negatif, segeralah umumkan ke masyarakat supaya tenang," ujarnya.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel memerintahkan semua kepala dinas perdagangan memeriksa kemungkinan adanya peredaran beras sintetis mengandung plastik. "Kejadian ini merupakan momentum untuk menata ulang perdagangan bahan pokok dan barang lain, termasuk melakukan pendaftaran peredaran setiap merek beras," ucapnya.
Pakar kimia dari Universitas Indonesia, Asmuwahyu, mempertanyakan motif pembuat beras plastik, karena bahan baku dan ongkos produksinya lebih mahal. "Harga plastik olahan seperti itu paling murah Rp 12 ribu per kilogram. Sedangkan beras harganya Rp 7.500," tuturnya.
Pengamat ekonomi pertanian, Bustanul Arifin, menduga pelaku adalah orang iseng. Dia ragu kasus tersebut merupakan “bioterorisme”. Sebab, kata dia, penyebaran dan korban kasua beras plastik belum jelas. Namun fenomena ini mencoreng citra bangsa dalam kaitannya dengan isu keamanan pangan.
AYU PRIMA SANDI