TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiqurrahman Ruki, meminta penyelenggara negara dan pelaku usaha yang berperan dalam kegiatan hulu migas menjaga integritasnya. Sebab, sesuai kajian KPK, industri ini rawan penyimpangan hukum.
"Saya harus bicara blak-blakan. Banyak pengusaha yang mengadu ke saya, mereka tidak dapat (bagian dalam industri hulu) karena tidak memakai uang," ujar Ruki dalam diskusi Indonesia Petroleum Association, Kamis, 21 Mei 2015.
Pada tahap eksplorasi, titik yang rawan praktek rasuah adalah pada penetapan wilayah potensi migas, perjanjian kontrak kerja sama, proses perizinan, persetujuan plan of development, persetujuan work plan and budget, proses persetujuan authorization for expedition, dan proses persetujuan procurement plan. Tahap pengawasan eksplorasi juga dianggap KPK rawan penyimpangan.
Sementara pada tahap eksploitasi, korupsi rawan terjadi pada proses pengendalian aset serta pengendalian cost of production. Utamanya pada pengendalian cost recovery pada investment credit dan interest recovery.
"Bapak dan ibu semuanya pasti sudah tahu. Mukanya pada mesem semua," ucap Ruki.
Terakhir, adalah tahap pengawasan produksi dan pengembangan, tahap penghitungan data lifting produksi, dan penjualan minyak bagian pertama.
Menurut Ruki, akar kerawanan ini, selain karena lemahnya integritas juga karena perizinan yang terlalu banyak. "Terdapat sekitar hampir 200 izin yang pemberiannya rawan kongkalikong."
Lahan yang basah menyebabkan industri hulu migas rentan terhadap intervensi eksekutif dan legislatif. "Pada semua tahap rentan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban kontrak kerja," kata Ruki.
ROBBY IRFANY