TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Thailand di Bangkok segera memulangkan 31 anak buah kapal Kunlun berkewarganegaraan Indonesia yang ditangkap kepolisian maritim Thailand, di Phuket, Thailand.
KBRI diminta tak boleh mengandalkan agen pemilik kapal Kunlun untuk memulangkan 31 ABK Indonesia tersebut. "Kalau agen yang mengurus, nanti ABK itu ditaruh lagi di kapal-kapal ilegal kawasan lain," kata Susi di kantornya, Jakarta, Rabu, 8 April 2015.
Baca Juga:
Susi mengaku baru pagi tadi mendapat konfirmasi dari KBRI Thailand ada 31 anak buah kapal Indonesia yang ditangkap di kapal Kunlun.
Kabar itu sekaligus mengkonfirmasi berita di situs Bangkokpost.com, 25 Maret 2015, berjudul "Big-time fish poachers caught off Phuket" yang mengabarkan kapal berbendera Indonesia itu ditangkap di Phuket, Thailand.
Saat ditangkap, terdapat 36 awak, 31 ABK berasal dari Indonesia, empat perwira kapal asal Spanyol, dan kapten kapal asal Peru. "Status ABK WNI menunggu proses kepulangan oleh agen pemilik kapal dan dapat dipulangkan setelah proses dokumen diselesaikan," kata Susi.
Menurut informasi dari KBRI Bangkok, kata Susi, kapal itu ditangkap pada 10 Maret 2015 atas permintaan Interpol. Kapal itu masuk ke Pelabuhan Ban Aomakham, Phuket, Thailand, pada 6 Maret 2015. Sementara Susi telah mengkonfirmasi Kementerian Perhubungan bahwa kapal berbobot 625 gross tonnage itu tak pernah terdaftar sebagai kapal Indonesia.
Dalam laporan Bangkokpost.com disebutkan, Kunlun pernah berkali-kali berganti nama. Kunlun pernah bernama Thaisan, Black Moon, Galaxy, dan Dorita. Kapal itu juga tercatat pernah berbendera Korea Utara, Sierra Leone, Tanzania, Panama, Indonesia, dan Equatorial Guinea. Kapal ini diduga terlibat pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Antartika.
Menurut Susi, sikap KBRI Bangkok untuk segera memulangkan 31 ABK itu perlu buat menjamin nasib ABK Indonesia tak seperti ABK Myanmar, Laos, dan Kamboja di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, yang dipekerjakan secara tak layak. Susi yakin ABK Indonesia juga banyak bekerja secara tak layak yang ditempatkan di luar Indonesia.
"ABK Indonesia itu ditaruh di Afrika, Amerika Selatan, Australia, Bering, dan lain-lain. Bagaimana kami cari tahu? Kami tak tahu direkrutnya dari mana dan lewat mana. Jangan sampai kami baru tahu setelah kapal tenggelam," kata Susi.
KHAIRUL ANAM