TEMPO.CO, Bandung - Melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ternyata berpengaruh terhadap industri pertahanan di dalam negeri. Direktur Utama PT Pindad Silmy Karim menyatakan kenaikan kurs dolar terhadap rupiah membuat harga bahan baku senjata ikut meroket.
Sebab, selain berasal dari dalam negeri, bahan baku produksi Pindad banyak yang didapat dari luar negeri. Walhasil, biaya produksi membengkak sebesar 20 persen. "Kurs dolar tinggi, sehingga mempengaruhi biaya produksi. Karena ada bahan baku yang harus diimpor," katanya.
Meski penurunan kurs rupiah mempengaruhi biaya produksi, Pindad tetap melakukan ekspansi usaha. Menurut Silmy, Pindad siap memproduksi alat berat seperti yang diminta pemerintah. Selain untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, alat berat itu dibuat untuk diekspor ke luar negeri.
"Kami siap mengadakan alat berat mulai Juni. Saat ini pembuatan prototype sudah selesai dan bisa dipesan mulai 2016," kata Silmy di lapangan tembak PT Pindad, Rabu, 18 maret 2015. Dia menargetkan Pindad mampu mengekspor 10-15 persen dari produk yang dihasilkan setiap tahun.
Selain itu, Pindad mengusulkan pembentukan holding industri pertahanan. Sinergi antar-badan usaha milik negara (BUMN) di bidang pertahanan memerlukan dukungan manajerial dan kewenangan tersendiri. Pola yang cocok untuk menyatukan beberapa BUMN ini adalah pembentukan holding industri pertahanan.
DWI RENJANI