TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menilai kasus delay parah Lion Air yang terjadi saat tahun baru Imlek pada 18-20 Februari 2015 lalu disebabkan rotasi pesawat yang ribet. Pola rotasi Lion Air itu kompleks bila dibandingkan dengan Citilink dan AirAsia. Salah satu penyebabnya karena banyaknya maskapai Lion Air yang beroperasi dalam satu hari dengan tujuan penerbangan yang banyak.
Menurut Gerry, masalah ini juga bisa ditanyakan ke Integrated Operation Control Center (OCC) Lion Air Group, yakni mengapa saat itu hanya terjadi di Lion Air saja.
"Buktinya yang kemarin itu Batik Air dan Wings Air enggak kenapa-kenapa," ujar Gerry saat dihubungi, Selasa, 10 Maret 2015.
Gerry mengatakan bisa saja Lion Air Group memisahkan OCC dari setiap group mereka sehingga tidak terjadi pengaturan yang salah. Namun, memang bila dipisahkan, kemungkinan akan menambah biaya untuk membuat sistem OCC baru yang terpisah. Saat ini maskapai satu grup yang terpisah OCC adalah Garuda Indonesia dan Citilink.
Selain itu, kelemahan jika OCC dipisah adalah Lion Air Group tidak akan terintegrasi lagi. "Karena mereka menyatukan OCC itu biar terintegrasi," ujar Gerry. Integrasi penting sehingga semua informasi mengenai maskapai yang berada dalam satu grup dapat terkumpul. "Tapi ya itu, integrasi itu pengawasannya harus benar-benar," ujarnya.
Penumpang, menurut Gerry, juga menjadi permasalahan yang harus diperhatikan Lion Air. "Entah mengapa sepertinya beda antara penumpang Lion dengan Garuda. Kalau Lion, pesawat sudah siap boarding ternyata keberangkatannya dihalangi serta masih harus menunggu penumpang. Naik Lion juga sudah masuk pesawat pun kadang masih harus mengatur-atur tempat duduk sehingga memakan waktu lama.
ODELIA SINAGA