TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia Ngadiran mengatakan penyebab naiknya harga beras belakangan ini adalah adanya gangguan dalam distribusi. Ngadiran menyayangkan kebijakan Perum Bulog yang tak melibatkan pedagang kecil dalam distribusi beras.
Ngadiran mengklaim distribusi yang dilakukan oleh pedagang kecil bisa lebih merata hingga ke konsumen akhir. "Tolong alokasikan bagi kami minimal 10 persen. Kalau dianggap tak bisa dipercaya, sebutkan salahnya," katanya dalam acara di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 28 Februari 2015.
Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Lely Pritasari Subekti mengklaim sudah melakukan distribusi secara menyeluruh. Di Jabodetabek, misalnya, untuk memastikan beras benar-benar sampai pada konsumen akhir, Bulog membentuk satuan tugas untuk menangani 50 titik permukiman.
Selain itu, Bulog melakukan operasi pasar di 12 titik. Sayangnya, jumlah beras yang disalurkan tak cukup banyak untuk melibatkan semua pedagang kecil. "Distribusi melalui pedagang kecil juga sudah kami lakukan."
Bagi Bulog, menggelontorkan beras miskin di pasaran bukan hal sulit. Hanya, selama ini operasi pasar kerap terlambat dilakukan karena masalah administrasi. Bulog, menurut Lely, tak akan mengeluarkan beras jika tak ada permintaan dari pemerintah daerah. Di sisi lain, banyak pemerintah daerah yang tak mengalokasikan beras miskin karena khawatir program tersebut tak dijalankan lagi.
Sementara itu, berbeda dengan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Direktorat Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Robert Bintaryo belum mau buru-buru menyimpulkan adanya kartel beras. Menurut dia, naiknya harga beras lebih disebabkan oleh masalah stok dan distribusi. "Saat ini kami sedang membentuk tim khusus untuk melakukan pemeriksaan."
FAIZ NASHRILLAH