TEMPO.CO, Jakarta - Pemindahan penumpang dari satu maskapai ke maskapai lain akibat faktor ketidakberesan (irregularity) dalam jadwal penerbangan boleh dilakukan. Menurut Ketua Peneliti Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Wismono Nitidihardjo, kebijakan tersebut telah menjadi praktek lazim dalam bisnis penerbangan internasional.
"Secara umum, hal tersebut telah diatur dalam mekanisme internasional di International Air Transport Association," kata Wismono saat dihubungi pada Senin, 23 Februari 2015.
Wismono menuturkan, biasanya transfer penumpang semacam ini telah diatur oleh maskapai terkait dengan menggunakan mekanisme business to business. Atas kerja sama tersebut, maskapai akan mengeluarkan dokumen yang disebut dengan flight interruption manifest ketika mengalami ketidakberesan.
Dokumen tersebut disampaikan ke maskapai yang akan menerima transfer penumpang. "Biasanya, dengan kerja sama yang sudah ada, maskapai penerima transfer akan mengenakan harga khusus pada rute yang dimaksud," ujarnya.
Sayangnya, di Indonesia, kebijakan semacam ini belum diatur secara resmi oleh pemerintah. Menurut Wismono, pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, baru akan menuju ke arah itu.
Namun, Wismono menambahkan, tak tertutup kemungkinan maskapai dalam negeri melakukan hal serupa dengan perjanjian khusus sebelumnya. "Yang tidak ada kontrak, biasanya maskapai yang menerima transfer penumpang akan minta ganti ongkos secara penuh," ujarnya.
Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi perhubungan, mengusulkan agar penumpang Lion Air yang penerbangannya tertunda bisa diterbangkan oleh maskapai lain, misalnya Garuda Indonesia. Usul ini keluar menyusul terjadinya penundaan penerbangan parah oleh maskapai Lion Air sejak Rabu pekan lalu. Akibat penundaan ini, ratusan penumpang telantar dan mengamuk karena tak mendapat kepastian terbang.
AYU PRIMA SANDI