TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah kembali membuka utang baru melalui penerbitan Sukuk Negara Retail Seri SR-007 hari ini, 20 Februari 2015. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan penerbitan ini merupakan upaya pemerintah mengajak warganya ikut rembuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta proyek besar lainnya.
"Yang lebih penting memberikan kesempatan kepada sebagian besar investor yang dikategorikan kecil-menengah agar bisa menikmati investasi di luar perbankan," ujar Bambang dalam sambutan launching penawaran Sukuk Negara Retail Seri SR-007 di kantornya, Jumat, 20 Februari 2015.
Sukuk retail ini telah mendapatkan kesesuaian syariah DSN MUI Nomor B-043/DSN-MUI/II/2015 tanggal 17 Februari 2015. Masa penawaran tanggal 23 Februari sampai 6 Maret 2015 pukul 10.00. Penjatahan pemesanan Sukuk Negara Retail seri SR-007 akan diumumkan pada 9 Maret 2015. Sukuk Negara Retail Seri SR-007 dicatatkan di PT Bursa Efek Indonesia pada 12 Maret 2015.
Dalam penawaran ini, kupon yang ditawarkan pemerintah sebesar 8,25 persen per tahun dengan imbalan tetap pada Sukuk Negara Retail seri SR-007 dibayarkan setiap tanggal 11 setiap bulan. Sukuk Negara Retail SR-007 bakal terbit pada 11 Maret 2015 dan jatuh tempo pada 11 Maret 2018.
Nominal per unit Rp 1 juta dengan harga per unit at par (100 persen). SR-007 dapat dipesan minimal Rp 5 juta, dan kelipatannya, serta maksimal Rp 5 miliar. Pembayaran imbalan dilakukan tiap bulan pada tanggal 11, dimulai pada 11 April 2015.
Bambang menjelaskan penerbitan sukuk secara umum dikhawatirkan membebani investor dalam negeri. Biasanya, penerbitan sukuk kerap didominasi nilai besar, sehingga peluang investasi hanya bisa dinikmati pemain besar. "Untuk retail di kebanyakan negara mayoritas muslim, sukuk retail ini (syariah) upaya terbaik untuk bisa membuat kesejahteraan masyarakat meningkat, dan masyarakat memiliki alternatif investasi," ujarnya.
Bambang berharap, dengan penerbitan ini, minat investasi masyarakat ke depannya terus meningkat, baik secara kualitas maupun kuantitas, dalam pembiayaan proyek-proyek besar pemerintah. Dengan demikian, tingkat rumah tangga bisa langsung berperan dalam pembiayaan negara tanpa menggantungkan harapan besar dari pembiayaan pajak, investor besar yang membeli sukuk, dan obligasi negara. "Itulah financial inclution dalam arti yang sebenarnya," ujarnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menambahkan, pemerintah telah menunjuk 17 perbankan dan lima lembaga penjamin emisi dalam penerbitan itu. Total target yang diharapkan pemerintah mencapai Rp 20 triliun. "Semuanya akan digunakan untuk pembiayaan APBN dan proyek pemerintah," ujarnya.
JAYADI SUPRIADIN