TEMPO.CO, Jakarta -Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai wacana moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) akan berdampak buruk bagi kesejahteraan rakyat di daerah. "Pemerintah tidak perlu melakukan moratorium, sejauh penempatan TKI itu secara legal dan melalui PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) yang kompeten dan profesional," kata Nofel saat dihubungi, Kamis, 19 Februari 2015.
Ketua Satuan Tugas TKI Kadin Indonesia Nofel Saleh Hilabi mengatakan pemerintah seharusnya tidak melupakan dampak positif penempatan TKI ke luar negeri. Di antaranya adalah modal segar yang masuk ke desa-desa dari TKI PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga atau pembantu rumah tangga. "Uang gaji yang mereka peroleh digunakan untuk modal kerja, berwirausaha dan pendidikan keluarganya yang semuanya ini bermuara pada perbaikan taraf hidup," katanya.
Transaksi devisa yang dilakukan oleh para TKI dalam setahun kurang lebih sebesar US$ 7,7 miliar atau mencapai US$ 700 juta per bulan. "Pengiriman tersebut dilakukan oleh sekitar 5 juta TKI," ujar Nofel. Menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri, kata Nofel, adalah pekerjaan mulia yang bisa jadi pilihan bagi peminatnya.
Di sisi lain, lanjut dia, pemerintah juga harus menjamin tidak ada lagi penempatan TKI nonprosedural atau illegal. Karena hal tersebut yang sebenarnya merupakan salah satu sumber masalah. Menurut dia, selama ini penempatan TKI nonprosedural bahkan tak jarang dijadikan lahan berbagai oknum pemerintah, baik ketika keberangkatannya maupun ketika ada permasalahan setelah TKI bekerja.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sempat menyatakan bakal menghentikan pengiriman TKI. Hal tersebut dikatakan Presiden dalam Munas II Partai Hanura, Jumat 13 Februari 2015 malam lalu. "Saya memberikan target kepada Menteri Tenaga Kerja untuk membuatkan roadmap yang jelas, dan kapan kita stop yang namanya pengiriman PRT. Kita harus punya harga diri dan martabat," kata Jokowi saat itu.
PINGIT ARIA