TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perbankan Nasional Sigit Pramono mengatakan perbankan Indonesia membutuhkan cetak biru atau blue print perencanaan perbankan. Indonesia, kata Sigit, sudah tertinggal dua langkah oleh negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. "Harus berpikir sungguh-sungguh, perlu cetak biru untuk membangun perbankan Indonesia," kata Sigit di Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2014.
Tanpa rencana jangka panjang, perbankan Indonesia akan semakin tertinggal oleh negara-negara di kawasan. Yang termasuk dalam rencana jangka panjang, antara lain, perencanaan perbankan harus jelas menyangkut jumlah bank nasional dalam kurun 2020-2030. Tanpa cetak biru, penguatan perbankan melalui konsolidasi, akuisisi, ataupun merger perbankan akan mudah dipersoalkan oleh berbagai pihak. "Di negara ini yang pemiliknya sama saja tadi (milik BUMN), konsolidasi bisa ditentang sana-sini. Karena enggak ada dukungan yang jelas," kata Sigit.
Dia membandingkan Indonesia dengan Malaysia. Pada saat krisis ekonomi 1997-1998, Malaysia melakukan konsolidasi perbankan. Pada 2014, konsolidasi kembali dilakukan dengan rencana penguatan perbankan di Malaysia oleh CIMB Group Holdings Berhad, RHB Capital Berhad, dan Malaysia Building Society Berhad. Ketiga bank tersebut mengajukan rencana merger kepada bank sentral Malaysia.
Sigit melanjutkan, hal ini membuat perbankan Indonesia tertinggal oleh Malaysia. Indonesia baru satu kali melakukan konsolidasi perbankan dengan membentuk Bank Mandiri pada saat krisis 1998. Di era tersebut, empat unit bank milik negara dimerger menjadi satu bank milik negara, yaitu Bank Mandiri.
MAYA NAWANGWULAN
Baca Juga:
Berita Terpopuler
Pendiri Facebook Temui Jokowi, VOA Islam Berang
Komentari FPI, Megawati Ditanya Balik
3 Orang Ini Calon Kuat Jaksa Agung Kabinet Jokowi