TEMPO.CO , Jakarta - Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurti, mengatakan pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla akan menghadapi tantangan berat di sektor perdagangan. (Baca: Agustus, RI Alami Defisit Perdagangan Keempat).
Menurut Bayu, target ekspor diturunkan dari proyeksi normal 4-4,5 persen menjadi skema pesimistis 2,5-3 persen. Pengurangan target ekspor, kata Bayu, menjadi kesempatan bagi Jokowi-Kalla untuk melihat kondisi perekonomian yang realistis. "Kami memberikan ruang pada kabinet baru untuk menilai ulang. Tidak berpura-pura, tidak menutup-nutupi, bahwa kondisinya memang berat," kata Bayu di Hotel Borobudur, Selasa, 7 Oktober 2014.
Bayu mengatakan pemangkasan target ekspor disebabkan penurunan harga dua komoditas ekspor utama yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan batu bara. Harga CPO mengalami penurunan hingga 20 persen dari US$ 920 per metrik ton pada Januari 2014 menjadi hanya US$ 726/metrik ton. Sedangkan harga batu bara turun 7 persen. (Baca: Tiga Komoditas Penyokong Ekspor ).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi neraca perdagangan hingga Agustus 2014 berada di titik defisit US$ 1,41 miliar. Melihat hal itu, pemerintah menurunkan target ekspor 2014 sebesar 3-5 persen dari target awal US$ 190 miliar menjadi US$ 180,5 miliar. (Baca: Defisit Ekspor Impor Diramalkan Meningkat).
Menurut Bayu, pemerintah masih punya peluang untuk memperbaiki kondisi ini dengan cara menggenjot ekspor mineral. Hal tersebut dilihat dari renegosiasi yang telah dilakukan pemerintah dengan PT Newmont dan PT Freport. Selain itu dari komoditas nonmigas, ada peningkatan di sisi ekspor otomotif dan suku cadang yang investasinya sudah berjalan sejak 2011-2012.
AISHA SHAIDRA
Berita Terpopuler
Dari Harvard, Karen Mau Bantu Jokowi
Pertamina: Impor Lewat Petral Cuma Strategi Bisnis
Bisnis Gurih Kilang Mini