TEMPO.CO, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia pada April lalu akan kembali mengalami defisit. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menuturkan defisit terjadi karena tingginya impor.
Pada April 2014, impor membengkak 11 persen dibanding bulan sebelumnya. Di sisi lain, nilai ekspor turun karena harga sejumlah komoditas andalan ekspor, seperti miyak kelapa sawit dan batu bara, mengalami tekanan. Turunnya harga, antara lain, disebabkan anjloknya permintaan, di antaranya dari Cina. "Ekspor tidak bertambah malah turun," katanya di kompleks Bank Indonesia, Jumat, 30 Mei 2014. (Baca juga: Defisit Neraca Turun, Agus Marto Belum Puas)
Sepanjang triwulan pertama 2014, Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan sebesar 2,06 persen. Adapun pada triwulan keempat 2013, defisit mencapai 2,12 persen.
Agus melanjutkan, Bank Indonesia juga memperkirakan inflasi pada Mei 2014 mulai 0,09 hingga 0,1 persen, naik dibanding bulan sebelumnya yang hanya 0,02 persen. Meski demikian, dia menilai kenaikan inflasi tak mengkhawatirkan.
Dia optimistis hingga akhir tahun inflasi masih terkendali, yaitu 4,5 plus/minus 1 persen. "Inflasi masih terkendali. Yang dikhawatirkan adalah neraca perdagangan," tuturnya.
Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri sebelumnya membenarkan adanya potensi defisit perdagangan pada kuartal kedua karena ekspansi perusahaan yang menyebabkan tingginya impor. Sedangkan ekspor Indonesia masih lemah karena masih adanya aturan larangan eskpor mineral. "Dugaan saya defisit. Angkanya belum bisa saya berikan, tapi lumayan besar," katanya, Senin, 26 Mei 2014.
MARIA YUNIAR | ANGGA SUKMA WIJAYA
Baca juga:
Didit Hediprasetyo, Putra Prabowo yang Mendunia
Kivlan Zein Ancam Adukan Komnas HAM ke Ombudsman
Scout Willis Topless di Jalanan New York
Ahok: Ada Rp 1,6 Triliun Anggaran Tak Pantas
Tim Hukum Jokowi Minta Setop Politisasi Kasus Bus