TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengusaha kurang menerima Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan maju dalam pemilihan presiden mendatang. Salah satu alasannya, rekam jejak Hatta selama menjadi Menteri Koordinator Perekonomian selama ini dinilai tak sejalan dengan kepentingan dunia usaha.
“Kebijakan ekonomi Hatta tidak berjalan, seperti kebijakan pangan. Apalagi persoalan larangan ekspor mineral sangat mempengaruhi dan berpotensi membuat pengusaha bangkrut,” ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Natsir Mansyur ketika dihubungi, Rabu, 14 Mei 2014. (Baca: Prabowo-Hatta Bukan Pasangan yang Dinanti Pasar)
Natsir menjelaskan pengusaha akan bersikap rasional dengan memilih mana yang dapat membangun perekonomian Indonesia dan mengembangkan pengusaha nasional. “Kalau Prabowo, mungkin kami masih bisa terima. Tapi dengan memilih Hatta sebagai pasangannya cukup sulit. Kami tentu akan berpikir rasional sebagai pengusaha,” ujarnya. (Baca: Dahlan: Chairul Tanjung Mumpuni Gantikan Hatta)
Sedangkan untuk calon presiden Joko Widodo, Natsir menilai, platform ekonomi yang ditawarkan PDI Perjuangan sebagai partai pengusungnya cukup bisa diterima. “PDI Perjuangan akan menggenjot pertumbuhan dan melakukan pemerataan. Dunia usaha akan terbangun. Kami punya kesamaan di sana,” katanya.
Namun, Natsir menambahkan, hal itu akan lebih baik jika Jokowi memilih pasangan tepat yang bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi. “Saya kira nama Pak Jusuf Kalla yang disebut akan menjadi pasangan Pak Jokowi akan sangat cocok. Dunia usaha akan sangat positif jika benar Pak JK pendamping Jokowi,” kata Natsir.
Seperti diketahui, pada Selasa lalu, Hatta mundur dari jabatan Menteri Koordinator Perekonomian setelah memutuskan menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, yang didukung oleh Partai Gerindra. Hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden bahwa menteri harus mundur jika ingin maju sebagai calon presiden atau wakil presiden.
Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2008 menyebutkan bahwa semua pejabat negara, termasuk menteri, harus mundur dari jabatannya jika ingin maju dalam pemilihan presiden.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita terpopuler:
Nabrak di Bundaran HI, Pengemudi BMW Tantang Polisi
Tepis Fitnah Sara, Kiai NU Kampanye untuk Jokowi
Bank Mandiri Bantah Ada Pembobolan ATM