TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Rizal Djalil selain berfokus mengaudit penerimaan perpajakan juga berencana mengintensifkan audit terkait bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah selama ini. Meskipun hanya menjabat hingga Oktober mendatang, Rizal yang menggatikan Hadi Poernomo karena memasuki masa pensiun pada 21 April lalu, optimistis semua ambisinya terlaksana.
“Subsidi dan penerimaan negara harus menjadi prioritas,” kata dia, kepada Angga Sukma Wijaya dan Faiz Nasrillah dari Tempo, di kantornya, Jumat pekan lalu. Apa saja program prioritas dan bagaimana BPK menjaga independensi dalam audit tersebut, Rizal menjelaskan panjang lebar. Berikut ini petikan wawancaranya. (Baca: Pimpin BPK, Rizal Djalil Punya Banyak PR)
Apa yang akan Anda lakukan selama enam bulan masa jabatan ini?
Saya akan meningkatkan jumlah pemeriksaan terkait dengan kinerja. Contohnya, audit terhadap kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sehingga bisa diketahui apa penyebab mahalnya harga obat di sini.
Untuk audit seperti bantuan sosial, tidak perlu diminta. Itu akan muncul dalam laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Saya juga berniat memasyarakatkan hasil audit. BPK tidak bisa seperti institusi yang dianggap menyeramkan. Kami akan berusaha mengajak stakeholder mencegah penyimpangan.
Seberapa efektif audit kinerja terhadap perbaikan kebijakan pemerintah dan pengelolaan keuangan?
Dengan audit kinerja, akan diketahui output dari program pemerintah. Mengapa target tidak tercapai dan apa persoalan mendasarnya. Artinya, audit akan diprioritaskan untuk hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat. Misalnya, audit mengenai program beras miskin, itu sudah ke tema tertentu. Kami ingin tahu bagaimana uang Rp 21 triliun itu dikelola. (Baca: Hadi Tersangka, Audit BPK Tetap Berlaku)
Apakah audit subsidi akan menjadi prioritas BPK?
Bisa saja kami melakukan audit kinerja yang sarat akan kepentingan publik. Tidak tertutup kemungkinan kami akan melakukan audit kinerja terkait dengan PLN, Pertamina, dan sebagainya.
Bagaimana koordinasi dengan penegak hukum?
Kami siap diminta penegak hukum, seperti kasus Universitas Indonesia yang bisa kami temukan karena bekerja sama dengan penegak hukum. Kami siap bekerja sama, bahkan mendukung penegak hukum dalam mempercepat penuntasan kasus yang menurut penegak hukum terkait dengan pidana.
Pimpinan BPK banyak dari kalangan politikus, termasuk Anda. Bagaimana cara menjaga integritas dan independensi BPK dalam pemeriksaan?
Tidak perlu lagi berdebat soal sipil-militer, atau politikus dan bukan politikus. Negara ini dibangun oleh politikus. Soekarno-Hatta itu politikus. Sekarang media bisa mengawasi, DPR bisa mengawasi, dan semua orang bisa mengawasi. Sekarang ini masanya orang harus bekerja dengan integritas tinggi. Apalagi menyangkut kerugian negara.
Wawancara lebih lengkap bisa dibaca di Koran Tempo, edisi Senin, 5 Mei 2014.
Berita terpopuler:
Perbandingan Bank Century dengan Bank IFI dan Indover
Rupiah Menguat, Jangan Senang Dulu
Ketidakpastian Koalisi Capres Bakal Koreksi Pasar