TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah memberlakukan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk telepon seluler pintar (smartphone) dikhawatirkan akan memicu maraknya penyelundupan. "Telepon seluler itu wujudnya kecil, sementara nilainya besar. Ya, gampang diselundupkan," kata Ketua Gabungan Perusahaan Elektronik (Gabel) Ali Soebroto Oentaryo saat dihubungi Tempo, Senin, 7 April 2014.
Ali menyatakan saat ini telepon seluler masih diimpor tanpa bea masuk. Pajak yang dikenakan pun hanya berupa pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 10 persen. Tambahan PPnBM sebesar 20 persen untuk telepon seluler berharga minimal Rp 5 juta tentu menimbulkan selisih harga yang lumayan besar. Perbandingannya, setelah dikenakan PPnBM 20 persen, harga telepon seluler yang semula Rp 5 juta akan naik menjadi Rp 6 juta di toko resmi.
Akibatnya, kata Ali, timbul niat jahat dalam diri oknum tak bertanggung jawab. Ali menyebutkan penyelundup ponsel pintar tak perlu memiliki jaringan bermodal besar yang terorganisasi. Seorang pelancong dari Singapura, misalnya, bisa dengan mudah membawa lima unit smartphone untuk dijual dengan harga lebih murah tanpa PPnBM secara online.
Ali mengatakan saat ini saja sudah ada sekitar 70 juta unit telepon seluler ilegal yang beredar di Indonesia. Jumlah itu hampir mencapai sepertiga dari total 220 juta unit telepon seluler yang beredar di Tanah Air. "Penyelundupan yang bertambah akibat PPnBM ini bahkan mungkin bisa mendistorsi pasar resmi," ujarnya.
Karena itu, menurut Ali, jika pemerintah memang berniat menerapkan PPnBM, harus ada antisipasi untuk mencegah penyelundupan di pintu-pintu masuk Indonesia. "Bea-Cukai harus diperketat," katanya.
PINGIT ARIA
Topik terhangat:
MH370 | Kampanye 2014 | Jokowi | Prabowo | Lumpur Lapindo
Berita terpopuler lainnya:
Kiai Maman, Caleg Pembela Ahmadiyah
Cara Atasi Gugup Bicara di Depan Umum
Caleg Binny Bintarti Bersaing dengan Ibas SBY