TEMPO.CO, Surakarta - Rencana pemerintah mengenakan pajak penjualan barang mewah untuk telepon seluler ditanggapi dingin oleh pelaku usaha penjualan ponsel di Surakarta. Mereka menilai pengenaan pajak tersebut tidak berpengaruh terhadap penjualan ponsel.
Salah satu pemilik gerai ponsel di pusat penjualan ponsel Singosaren, Aditia, mengatakan ponsel sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat. "Meskipun harga naik, kalau sudah butuh, masyarakat tetap beli," kata pemilik gerai ponsel Teleshop ini saat ditemui Tempo, Selasa, 8 April 2014.
Persaingan harga ponsel saat ini dia nilai sangat ketat. Tidak ada produk yang harga jualnya berselisih jauh dengan produk sejenis di pasaran. Walhasil, jika memang harga ponsel naik karena ada pajak barang mewah, secara umum harga ponsel tetap bersaing.
Karyawan Raya Seluler, Jeki, mengatakan harga jual ponsel sama sekali tidak terpengaruh pajak. Menurut dia, harga sebuah produk bisa makin mahal jika permintaan tinggi tapi stok barang terbatas. "Sebaliknya, kalau stok banyak tapi yang beli sedikit, harga pasti turun," ucapnya.
Karyawan Abi Seluler, Feri Maulana, mengatakan harga ponsel sangat tergantung pada stok barang dan minat masyarakat. Selain itu, jika ada produk baru yang muncul, otomatis harga produk lama akan tereduksi. "Pajak buat ponsel itu wacana lama. Dulu sudah ada dan sampai sekarang tidak ada kejelasannya. Buat kami, ada atau tidak ada pajak ponsel, tidak pengaruh," katanya.
Jika alasan diadakannya pajak adalah agar produk lokal makin berkembang, menurut dia itu tidak tepat. Meski sudah kena pajak dan harga jual makin mahal, kata dia, ponsel impor tetap akan membanjiri pasaran. "Karena peminatnya ada," ucap Feri.
Apalagi hampir tidak ada ponsel produksi dalam negeri yang mampu bersaing dengan produk impor. Dari rata-rata 50 ponsel yang dia jual per hari, mayoritas adalah produk impor. "Produk lokal jarang. Paling yang laku tablet," katanya.
UKKY PRIMARTANTYO