TEMPO.CO, Jakarta - Pasca-erupsi Gunung Kelud pada Kamis pekan lalu tak dipungkiri mempengaruhi sejumlah lahan di wilayah Jawa Timur sehingga terpaksa gagal panen. Meski harga sayur-mayur dan buah-buahan di pasar induk nasional belum terkerek naik, pemerintah mengkhawatirkan penurunan produksi di sentra penghasil bisa mempengaruhi pasokan secara nasional.
Kendati demikian, pemerintah tak serta-merta memilih impor sebagai jalan pintas solusi untuk memenuhi pasokan di pasar sehingga harga terkendali. "Kami identifikasi dulu masalahnya dan koordinasikan dengan pihak lain," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina, Selasa, 18 Februari 2014.
Pendapat senada telah diutarakan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di kantornya kemarin. Menurut dia, impor tak serta-merta dipandang sebagai solusi. Ia memilih berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya baru memutuskan apa yang tepat dilakukan.
Tak jauh berbeda, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan secara tegas juga menolak solusi impor. Ia menilai solusi impor sebagai langkah yang terlalu buru-buru. "Saya declare, kami sama sekali tidak usulkan impor. Jangan buru-buru setiap ada kejadian seperti ini," ujarnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, pasokan hortikultura mengalami penurunan hingga 50 persen di Pasar Induk Oso Wilangun, Surabaya. Dari biasanya pasokan mencapai 20 ton per hari, pasca-erupsi Kelud, pasokan sejumlah produk hortikultura seperti cabai dan kol turun menjadi 10 ton per hari.
Khusus untuk cabai, sejumlah sentra produksi di Jawa timur, di antaranya Blitar, Kediri, Malang, dan Nganjuk, sudah dipastikan gagal panen. Bisa dipastikan hal ini berpengaruh pada pengurangan pasokan ke pasar lokal, antarkota (DKI Jakarta dan Banten), hingga antarpulau (Ambon dan Papua).
AYU PRIMA SANDI | PINGIT ARIA