TEMPO.CO, Sydney - Pemberlakuan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara oleh Indonesia akan berdampak negatif pada ekspansi industri aluminium Cina. Seperti dilansir Reuters, 31 Januari 2014 , larangan ekspor mineral mentah oleh Indonesia akan membuat biaya bahan baku aluminium yakni bauksit melonjak. Kondisi itu akan menekan pabrik pemurnian mineral atau smelter di Cina.
Pemerintah Cina beberapa kali mengeluarkan aturan agar produksi industri aluminium dan baja mereka tidak kelebihan kapasitas dalam beberapa dekade. Namun, upaya itu selalu gagal karena mendapat tentangan dari pemerintah lokal. Sebab, pemerintah lokal di Negeri Panda itu ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. (Baca juga: Freeport Merayu Minerba, Pemerintah Menolak)
Sedangkan sektor aluminium Cina saat ini mulai mengalami inefisiensi akibat naiknya biaya listrik dan mesin-mesin smelter yang sudah tua. Kini hambatannya ditambah dengan potensi minimnya pasokan bauksit setelah Indonesia mengumumkan pelarangan ekspor mineral mentah mulai 12 Januari lalu. Indonesia menargetkan agar bahan tambang mentah bisa diolah di dalam negeri dan memberikan nilai tambah lebih besar.
Akibat kondisi itu, Cina yang merupakan negara produsen aluminium terbesar dunia akan membatasi ekspansi kapasitas. Dampak positifnya, situasi di Cina akan membantu melonggarkan surplus pasokan logam dalam beberapa waktu terakhir. Efeknya, harga komoditas logam di pasar dunia bisa kembali terangkat setelah terdepresiasi dalam beberapa tahun terakhir. (Baca juga: Ekspor Dilarang, 3 Pabrik Smelter Segera Operasi)
“Pelarangan ekspor mineral Indonesia akan memiliki dampak besar sekali terhadap industri aluminium Cina dalam jangka menengah,” ujar analis komoditas dari Citi China, Ivan Szpakowski.
Para pelaku industri aluminium di Cina dikabarkan telah menimbun pasokan dalam jumlah besar sebelum Indonesia mengumumkan pelarangan ekspor mineral. Meski begitu, nantinya produsen aluminium Cina dinilai akan kesulitan mencari alternatif sumber pasokan bauksit dengan harga setara dengan Indonesia.
Para analis mengkalkulasikan untuk memproduksi 1 ton aluminium dibutuhkan bahan baku 5 ton bauksit. Saat ini Cina diperkirakan memiliki cadangan bauksit untuk 10 bulan. Perkiraan itu mempertimbangkan Cina telah mengimpor 48 juta ton bauksit dari Indonesia tahun lalu. Angka itu melonjak 79 persen dibandingkan 2012. (Baca juga : Freeport Akan Bangun Smelter di Timika dan Gresik)
“Cadangan bauksit Cina maksimal hanya bisa digunakan hingga akhir tahun ini. Setelah itu smelter-smelter di Cina harus kembali melakukan impor,” kata seorang manajer di perusahaan smelter besar di Cina.
Manajer yang tidak bersedia disebut namanya itu menyebutkan harga bauksit dalam beberapa waktu terakhir meningkat sehingga mendorong harga alumina dan aluminium juga naik. Menurut perusahaan konsultan, AZ China, produksi aluminium Cina tahun ini ditargetkan tumbuh 8 persen menjadi 26,5 juta ton di 2014. Angka itu menyumbang separuh produksi aluminium global.
REUTERS | ABDUL MALIK
Berita Lain:
PT Semen Indonesia Sewakan Lahan ke PTPN X
Ekspor Mineral, Jero Tolak Permintaan Freeport
Alasan Foxconn Hijrah dari Cina ke Indonesia
10 Saham Pencetak Rugi Terbesar
Pemasok untuk iPhone Bedol Desa? BKPM: Tunggu Saja