TEMPO.CO , Jakarta: Menteri Keuangan, Chatib Basri memperkirakan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang bea keluar progresif untuk mineral ekspor diperkirakan menurunkan defisit neraca perdagangan yang awalnya diprediksi mencapai sebesar US$ 9,1 miliar pada tahun ini.
Menurut Chatib, kategori mineral ekspor dibedakan menjadi dua, yaitu diolah dan tidak. Untuk mineral ekspor yang sudah diolah diperkirakan hanya mendatangkan penerimaan sebesar US$ 4,1 miliar pada tahun ini. Sedangkan dari mineral yang tak diolah seharusnya US$ 5,2 miliar. "Namun karena ada PMK, jadi dari pos mineral yang tak diolah kurang dari itu. Artinya potensi defisit juga berkurang," kata Chatib di kantornya, Senin, 13 Januari 2014.
Adapun perhitungan US$ 9,1 miliar berasal dari kemungkinan defisit pajak ekspor mineral minus US$ 1,1 miliar yang ditimbulkan dari pengurangan US$ 5,2 miliar dengan US$ 4,1 miliar. Potensi defisit US$ 1,1 miliar tersebut ditambah dengan perkiraan biaya impor bahan dan peralatan untuk pengolahan mineral sebesar US$ 8 miliar.
Pada tanggal 11 Januari 2014, Menteri Keuangan menandatangani peraturan tentang bea keluar mineral progresif berkaitan dengan diberlakukannya UU Minerba (Pertambangan Mineral dan Batubara). Mulai 2017, jika tak ditaati, akan dikenakan bea keluar sebesar 60 persen. Penerapan bea keluar tersebut dilakukan bertahap mulai dari 20 hingga 60 persen.
Chatib membantah bahwa penerbitan PMK tersebut merupakan upaya pelonggaran. Menurut dia, secara mendasar, adanya PMK tersebut tak mengubah larangan ekspor mineral mentah. "Tetap tak boleh ekspor, konsep utamanya adalah pemurnian, serta menggunakan pertimbangannya pasar dan profit margin," kata dia.
Penerapan UU Pertambangan Mineral dan Batubara, kata Chatib, secara jangka pendek memang akan berimbas pada meningkatnya defisit neraca perdagangan. Namun dalam jangka panjang, akan berimbas positif bagi Indonesia dengan banyaknya investor yang masuk.
Menurut Chatib, dengan dilarangnya ekspor mineral mentah, maka otomatis hanya akan dijual di dalam negeri yang memiliki permintaan lebih kecil. "Akibatnya harganya jadi anjlok. Di sisi lain permintaan luar negeri meningkat, sedangkan ketersediaan menurun," kata Chatib. Apalagi kata dia, Indonesia merupakan salah satu pengekspor terbesar mineral mentah.Dengan asumsi tersebut maka diperkirakan para investor akan berbondong-bondong datang ke Indonesia.
FAIZ NASHRILLAH