TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri punya jurus antisipasi bila perusahaan tambang bandel tetap mengekspor mineral mentah. Dia akan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan PMK tentang bea keluar mineral progresif. Aturan ini mengikuti larangan ekspor mineral tanpa diolah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut Chatib, pada tahun ketiga terhitung sejak saat ini, semua perusahaan harus mengolah dan memurnikan hasil tambangnya sebelum diekspor. "Artinya, mulai tahun 2017, kalau tak ditaati akan dikenakan bea keluar sebesar 60 persen," kata Chatib di kantornya, Senin, 13 Januari 2014.
Ketentuan tersebut akan dibuat bertahap dengan kisaran 20 hingga 60 persen pada akhir 2016. Dengan besaran bea keluarnya mencapai 60 persen, Chatib yakin pengusaha tak akan mengekspor dalam bentuk mentah. Penentuan maksimal bea keluar sebesar 60 persen ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2008.
Chatib mengatakan, sebenarnya bea keluar di atas 60 persen sudah digolongkan prohibitivi tax, atau sudah hampir bersifat larangan. "Sekarang logikanya siapa yang mau menjual jika bea keluarnya sampai 60 persen. Pastinya rugi," kata Chatib. Adapun bea keluar progresif pada tahun ini tergantung dari kategori barang tambang, mulai dari 20 sampai 25 persen. Menurut dia, jika tak diterapkan regulasi seperti saat ini, ia yakin akan terus terjadi eskalasi penambangan.
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ESDM, kata Chatib, lebih mengatur pada pengolahan dan pemurnian komoditas. Adapun kementerian keuangan mengatur segi fiskal. "Industri tambang di Indonesia tak bisa begini terus-menerus. Penerapan Undang-Undang Minerba harus dilakukan agar kita memiliki nilai tambah," kata Chatib.
FAIZ NASHRILLAH
Terpopuler:
Lukisan Renoir Dijual Rp 85 Ribu di Pasar Loak
Penumpang Ini Rekam Kecelakaan Pesawat dari Kabin
Bandara Bangkok Antisipasi Aksi 'Shutdown' Besok
Bangkok Mulai Dikepung Demonstran, Mal Tutup Awal
Pasangan Hollande Dirawat Setelah Isu 'Affair'