TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Tim Regulasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero), Antonius Aris, mengatakan isu open access yang terus berkembang saat ini sebenarnya tidak diatur dalam regulasi. Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa hanya mengamanatkan kepada PGN untuk unbundling, yakni memisahkan antara usaha niaga dan transporter.
"Trader gas besar itu memelintir regulasi dari unbundling ke open access," kata Aris saat mewakili PT PGN Tbk dalam hearing dengan KPPU Wilayah Surabaya, Jumat, 15 November 2013. Menurut dia, kebijakan open access hanya menguntungkan trader gas tanpa fasilitas.
Ia menyangkal jika skema open access akan menurunkan harga gas bumi di tingkat konsumen. Alasannya, switching pipa eksisting PGN di Jawa Timur minimal butuh modal US$ 300 juta untuk pipa sepanjang total 800 kilometer. Kebutuhan modal ini tentu akan dibebankan kepada konsumen dengan menaikkan harga gas.
Aris juga tak sepakat bila dikatakan PGN memonopoli bisnis hilir gas bumi. Pihaknya membangun jaringan infrastruktur pipa sejak lama dan butuh modal besar. "Minimal ada kenaikan harga gas di konsumen sebesar 30-50 sen per MMBTU."
Kepada KPPU Jawa Timur, ia menyarankan agar mengarahkan trader gas tanpa fasilitas itu untuk mengembangkan jaringan infrastruktur di luar jaringan pipa yang sudah berdiri. Dengan begitu, pemanfaatan gas bumi di Jawa Timur bisa maksimal. Ia melihat produksi gas bumi Jawa Timur sangat besar, tapi belum dimaksimalkan karena keterbatasan jaringan pipa gas.
Harga gas yang mahal, kata Aris, bukan lantaran PGN memonopoli jaringan infrastruktur. Tapi karena dipicu praktek pengusahaan gas dengan transaksi bertingkat yang melibatkan banyak broker. Sebelum sampai ke tangan konsumen, gas dari produsen, yakni Kangean Energi Indonesia (KEI), misalnya, harus melewati tiga trader. Dua trader berstatus broker dan satu distributor, yaitu PGN. KEI menjual ke Pertagas Niaga selaku broker, Pertagas menjual lagi ke lima broker, kemudian dijual ke PGN. "Coba kalau PGN bisa ambil langsung dari hulu, pasti murah. Jadi isu open access ini hanya menguntungkan trader alias broker."
DIANANTA P. SUMEDI