TEMPO.CO, Jakarta - Industri kelapa sawit Indonesia menjadi tema utama pada Research Festival 2013 yang digelar di Canberra, Australia, akhir pekan lalu. Pada kesempatan itu, para peneliti mengkritisi industri sawit Indonesia yang masih berorientasi hulu atau perkebunan, yaitu menjual komoditi mentah.
“Ini berarti hanya menjual dalam bentuk minyak sawit tanpa diproses lebih lanjut seperti menjadi kosmetik atau biofuel,” ujar Ratih Maria Dhewi, salah satu pembahas dari University of Canberra, dalam keterangan pers yang diterima Tempo.
Ratih mengatakan, hasil produk turunan dari sektor kelapa sawit Indonesia saat ini telah diekspor ke lebih dari 45 negara di seluruh dunia. Selain itu, industri ini juga menciptakan lapangan kerja untuk lebih dari 4 juta orang yang bekerja di perkebunan dan pabrik. Padahal, dengan pengelolaan lebih lanjut, akan menambah nilai ekonomi dari sawit Indonesia serta menambah lebih banyak lagi jumlah penyerapan tenaga kerja.
Dosen Institut Pertanian Bogor itu memprediksikan jika sektor kelapa sawit Indonesia tidak segera berbenah dan terlena hanya bergerak di sektor hulu, bukan tidak mungkin negara-negara kompetitor akan mengambil keuntungan. “Meski saat ini Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit nomor satu dunia, posisi ini dapat sewaktu-waktu berubah. Malaysia, Thailand, dan Nigeria merupakan pesaing kita,” ujarnya.
Kendala utama sektor kelapa sawit Indonesia sulit bergerak dari sektor hulu ke hilir disebabkan faktor sumber daya manusia, yaitu etos kerja dan keterampilan khusus yang sangat terbatas. Selain itu, juga belum adanya perencanaan kebutuhan tenaga kerja di sektor sawit jangka panjang yang meliputi kualitas dan kuantitas.
“Perlunya ada sekolah khusus untuk melatih keterampilan mengolah kelapa sawit, dan sinergi antara pengusaha, pemerintah, dan institusi pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga terampil bersertifikasi,“ kata Ratih. Pendirian sekolah tinggi seperti ini tentunya akan menghasilkan tenaga ahli sawit yang dapat diandalkan untuk menggiatkan industri hilir sehingga lebih memberikan nilai tambah dan daya saing bagi produk turunan kelapa sawit Indonesia.
ADEK MEDIA