TEMPO.CO, Surakarta -- Beberapa perajin tahu dan tempe di Surakarta, Jawa Tengah, terpaksa menaikkan harga jual produknya karena tekanan kenaikan harga bahan baku, kedelai. Salah seorang pengusaha tahu di sentra Mojosongo, Surakarta, Acok Warso mengatakan jika tidak dinaikkan akan mengorbankan upah tenaga kerja.
"Mengubah ukuran tahu lebih tipis atau diperkecil sudah tidak mungkin lagi," katanya ketika ditemui di tempat produksinya, Senin, 2 September 2013. Kenaikan harga produknya, ia rencanakan dimulai 4 September mendatanga. Rencana kenaikan yaitu dari harga Rp 17 ribu per loyang menjadi Rp 20 ribu per loyang. Satu loyang berisi tahu dengan ukuran 52 x 52 centimeter. Acok berharap konsumen dapat menerima kenaikan harga.
Kenaikan harga tahu disebabkan kenaikan harga kedelai yang dibanderol Rp 9.100 per kilogram. Harga kedelai pada kondisi normal dibanderol Rp 7.500 per kilogram. Acok mengakui membutuhkan enam kuintal kedelai per hari. Salah seorang perajin tempe, Sunardi, juga terpaksa menaikkan harga produknya Rp 100 per bungkus. Selama ini dia menjual tempe antara Rp 400-600 per bungkus.
Sunardi berencana menaikkan harga tempenya pada Jumat mendatang. "Karena kedelai stabil di harga tinggi," katanya. Saat ini ia memproduksi tempe dengan ukuran yang lebih kecil ketimbang tempe biasa. Khawatir tidak laku dan ada komplain, Sunardi akan mengembalikan ukuran tempe seperti semula. Namun kali ini harganya terpaksa naik.
Sunardi membeli kedelai di harga Rp 9.125 per kilogram. Perajin yang membutuhkan dua kuintal kedelai per hari ini menilai perajin yang lain akan serentak menaikkan harga. Alasannya mempertahankan harga mengancam kelangsungan usaha. "Banyak yang tutup," katanya.
Kondisi yang dialami Acok dan Sunardi ini juga terjadi pada perajin tempe di Bogor, Jawa Barat. Awalnya menyiasati dengan menghemat bahan baku kedelai. Belakangan perajin itu terpaksa menaikkan harga komoditasnya.
UKKY PRIMARTANTYO