TEMPO.CO, Jakarta - Surutnya tekanan dolar membuat gejolak pada nilai tukar rupiah mereda. Posisi kurs yang relatif rendah saat ini bisa memicu penguatan atau technical rebound pada rupiah.
Pada Rabu 3 Juli 2013, rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran 9.800-9.900 per dolar Amerika. Belum adanya sentimen positif menjadi penghambat apresiasi rupiah. Namun pelemahan yang terjadi sehari bisa memicu potensi rebound rupiah yang berada di level rendah. Seperti diketahui, pada Selasa 2 Juli 2013, rupiah melemah 9 poin (0,09 persen) ke level 9.937 per dolar Amerika Serikat. Rupiah bergerak datar dalam kisaran sempit 9.920-9.940 per dolar.
Ekonom Bank Danamon, Dian Ayu Yustina, mengatakan volatilitas rupiah tak terlalu dinamis lantaran sikap investor yang mulai tenang menghadapi program pengurangan stimulus bank sentral Amerika Serikat (The Fed). "Meski posisinya masih cenderung melemah, pergerakan rupiah tidak liar seperti sebelumnya," kata dia kepada Tempo.
Tekanan global relatif mereda seiring dengan data manufaktur Amerika yang membaik. Hal itu memberi kesempatan kepada investor untuk menyesuaikan diri dengan pergerakan dolar yang mulai memasuki fase jenuh beli (overbought). Secara teknikal, posisi dolar yang terus menguat bisa menyebabkan koreksi.
Sebaliknya, tekanan terhadap rupiah di pasar domestik mulai berkurang seiring dengan meredanya permintaan dolar oleh korporat pada awal bulan. Meningkatnya kebutuhan dolar pada akhir bulan ditujukan untuk pembayaran dividen swasta serta pelunasan kewajiban yang jatuh tempo. "Permintaan dolar yang berkurang semestinya mendorong penguatan rupiah,” ujar Dian.
Di sisi lain, defisit perdagangan Mei yang sedikit menurun dibanding bulan sebelumnya membuat likuiditas dolar di pasar domestik relatif terjaga. Defisit neraca perdagangan Indonesia pada Mei sebesar US$ 590 juta, menyusut ketimbang April yang sebesar US$ 1,61 miliar. Berkurangnya beban defisit bisa mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan.
MEGEL JEKSON