TEMPO.CO, Jakarta - Negosiasi harga baru ekspor gas alam cair (LNG) Kilang LNG Tangguh, Papua ke Fujian, Cina kemungkinan tertunda. Meskipun mulanya kedua belah pihak setuju meninjau harga ekspor LNG pada Mei 2013, namun belum ada kesepakatan kapan negosiasi dimulai.
"Kami selalu komunikasi dengan mereka, tapi mereka belum setuju kapan mau kick off-nya, mau membahas," kata Deputi Pengendalian Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Widhyawan Prawiraatmadja ketika ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jumat, 21 Juni 2013.
Widhyawan mengatakan, terjadi perbedaan persepsi mengenai waktu renegosiasi harga LNG. Indonesia menggunakan patokan waktu empat tahun setelah pengiriman perdana kargo LNG dari Tangguh ke Fujian yang jatuh tempo pada awal Mei 2013. "Menurut Cina tidak bisa tahun kontrak dimulai pada tengah tahun. Dengan kata lain, mereka menyatakan baru bisa tahun depan," kata Widhyawan.
Menurutnya, pemerintah Indonesia menginginkan renegosiasi harga dirampungkan paling lambat akhir 2013. Harga baru diharapkan berlaku surut untuk pengiriman kargo LNG sejak Januari 2013. "Kalau menurut mereka, renegosiasi pada Mei 2014. Sehingga, kalau berlaku surut, dihitung dari ekspor LNG Januari 2014," kata Widhyawan.
Dia berharap, waktu renegosiasi dapat diputuskan dalam waktu dekat. Setelah kedua pihak duduk bersama, masalah harga baru akan dibahas. Selama belum ada kesepakatan baru, maka gas untuk Fujian masih diekspor dengan harga lama yaitu US$ 3,35 juta per million metric british thermal unit (MMBTU).
"Tetapi masalahnya pembeli dan penjual punya interpretasi sendiri-sendiri. Kalau ada perbedaan interpretasi, kalau perlu ya ke arbitrase," katanya.
Menteri ESDM Jero wacik sebelumnya mengharapkan harga ekspor LNG Tangguh ke Fujian bisa naik di atas US$ 10 per MMBTU. Perhitungan ini dengan acuan harga LNG di pasar domestik yang berkisar US$ 10 per MMBTU dan harga LNG di pasar spot internasional di kisaran US$ 16 per MMBTU.
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengatakan, ada 2 poin terkait formula yang diusulkan diubah dalam renegosiasi ini. Pertama, pencabutan batas atas harga minyak yang dipatok maksimal US$ 38 per barel. Batas atas inilah yang menyebabkan harga gas ke Fujian selama ini mentok di US$ 3,35 per MMBTU meskipun harga minyak dunia sudah menembus US$ 100 per barel.
Poin ke dua, menaikkan faktor pengali harga LNG yang saat ini 5,25 persen menjadi 11 persen. Menurut Rudi, dengan dua faktor ini harga bisa naik ke kisaran US$ 7 per MMBTU hingga US$ 11 per MMBTU.
BERNADETTE CHRISTINA
Terhangat:
Evaluasi Jokowi | Kenaikan Harga BBM | Rusuh KJRI Jeddah
Berita lainnya:
Malam Ini Pengumuman Harga BBM Bersubsidi Naik
Pensil Bluetooth dan Gelang Komunikasi di SBMPTN
Soal Asap, Menkokesra: Singapura Jangan Mengeluh
Ada Soal Luthfi Hasan di Ujian, PKS Protes SMK