TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution memperkirakan inflasi tahunan akan bergerak di level 7,5 persen - 7,8 persen jika harga Bahan Bakar Minyak - solar dan premium - naik Rp 1.500 per liter. "Kalau satu harganya naik Rp 1.500 solar dan premium inflasi bergerak 7,5-7,8 persen," ucap Darmin di Bank Indonesia, Rabu, 15 Mei 2013.
Darmin menjelaskan, tekanan inflasi mungkin akan lebih rendah jika kebijakan yang dipilih dua harga yakni premium Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. Meski begitu, level inflasi diperkirakan masih di kisaran 7 persen. (Baca: 2014, Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi di Atas 6,5 Persen)
Kebijakan dua harga memberikan tekanan inflasi yang lebih rendah lantaran kendaraan angkutan banyak menggunakan solar. "Angkutan besar itu, seperti truk (pakai solar)," ucapnya.
Darmin memastikan, jika kebijakan BBM diambil, pihaknya pasti akan melakukan kajian, untuk menentukan respon dalam hal kebijakan suku bunga, baik suku bunga acuan (BI rate) atau Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FasBI Rate). "Pada saat itu terjadi, mau tidak mau kami harus meriview. Kalau tidak direspon dengan benar, akan missleading di sektor keuangan dan riilnya," ujarnyan.
Hingga saat ini, BI masih mempertahankan BI rate di level 5,75 persen dan FasBI rate di level 4 persen.
Darmin membenarkan tekanan inflasi sudah mulai terjadi pada awal tahun, tapi inflasi inti masih rendah. Karenanya, tak perlu direspon dengan kebijakan suku bunga. Sumber inflasi, kata Darmin, hanya dari harga bawang merah dan bawang putih. "Jadi sebenarnya inflasi untuk barang-barang lain normal saja," katanya. Ia memperkirakan April dan Mei ini tekanan inflasi masih akan rendah. "Bisa deflasi kecil atau inflasi kecil."
Berbeda halnya jika harga BBM naik, inflasi inti dipastikan akan turut tergerek naik. "Semua komoditi akan terpengaruh inflasi lain, itu sebabnya kami harus kaji serius, apa responnya," kata dia.
Kebijakan kenaikan harga BBM dibenarkan Darmin akan memberi efek perlambatan bagi pertumbuhan ekonomi meski kondisi transaksi berjalan dipastikan akan sedikit membaik. "Mana yang lebih terbaik pertumbuhan ekonomi melambat, tapi defisit tidak terlalu berat atau pertumbuhan ekonomi sedikit lebih cepat tapi defisit transaksi berjalannya lebih besar. Ini pilihan kebijakan, saya tak mau menjelaskan terlalu jauh," ucapnya.
MARTHA THERTINA
Topik Terhangat:
BISNIS Terhangat
Kadin Ragukan Izin Khusus Impor Gula di Perbatasan
Panasonic Gobel Optimistis Jual 200 Ribu Lampu LED
Pegawai Pajak Tertangkap Lagi, Ini Jawaban Dirjen