TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latif Adam, mengatakan, kenaikan tarif dasar listrik tahap II pada April akan berdampak pada inflasi Mei. "Untuk kontribusi tarif listrik terhadap inflasi biasanya ada jeda sebulan karena tagihan baru masuk di bulan berikutnya," ujarnya kepada Tempo, Ahad, 31 Maret 2013.
Menurut Latif kontribusi kenaikan tarif dasar listrik terhadap inflasi tidak begitu tinggi, yaitu sekitar 0,2 atau 0,3 persen. Angka tersebut tidak terlalu signifikan ketimbang ketersediaan bahan pangan yang menjadi salah satu faktor utama tingginya deflasi.
Namun, tren inflasi di Mei biasanya lebih tinggi ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan faktor kenaikan bahan pangan menjelang Ramadhan. Sedangkan, tren deflasi yang biasanya terjadi pada Maret-April tidak terjadi di tahun ini. Hal ini dikarenakan beberapa masalah pangan akibat kebijakan pembatasan impor bahan makanan.
"Jadi dengan segala faktor yang biasanya terjadi di Mei ditambah tarif listrik, diperkirakan inflasi Mei bakal cukup tinggi," kata Latif.
Adapun Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, menyarankan, pemerintah lebih bijak menerapkan kebijakan, khususnya pangan untuk mencegah inflasi lebih tinggi pada bulan depan. "April itu diperkirakan harga bahan-bahan pangan masih tinggi, ditambah tarif listrik dan lainnya," ujarnya.
Menurut dia, meski kecil, kenaikan tarif listrik tetap mempunyai dampak terhadap kenaikan inflasi. Oleh sebab itu, apabila pemerintah tidak bisa menstabilkan harga selama April mendatang dikhawatirkan inflasi akan tetap tinggi.
Enny mengatakan, tarif listrik menjadi salah satu komponen penting dalam biaya produksi sebuah industri dengan porsi 15 - 20 persen. Kebiasaan di Indonesia, jika biaya produksi naik maka harga barang-barang industri dipastikan juga akan naik. "Disini pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk menyeimbangkan kenaikan harga tersebut."
GUSTIDHA BUDIARTIE