TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bahana TCW Investment Management, Edward P. Lubis, mengatakan, proses divestasi PT Pelabuhan Penajam Benua Taka kepada PT Astratel Nusantara telah rampung sejak awal tahun ini. "Transaksi divestasinya mencapai kisaran Rp 500 miliar-Rp 550 miliar," kata Edward dalam jumpa pers terbatas di kantornya, Kamis, 14 Februari 2013.
Ia menambahkan, divestasi dilakukan dengan menjual keseluruhan pelabuhan kepada anak usaha Astra tersebut. Proses penyelesaian divestasi berlangsung sejak Desember lalu dengan penandatanganan perjanjian jual-beli saham bersyarat atau conditional sales purchase agreement (CSPA)dan penandatanganan perjanjian jual-beli serta penyelesaian transaksi pada Januari 2013.
Menurut Edward, ada dua penawar yang berniat membeli pelabuhan yang berlokasi di Kalimantan Timur ini. Selain Astratel, terdapat sebuah perusahaan asal Hong Kong yang menawarkan investasi untuk proyek Pelabuhan Penajam.
Pemegang saham kemudian memilih Astratel. Sebab, perusahaan ini tak hanya menawarkan investasi, tetapi juga bisnis. “Hal ini mengingat kegiatan usahanya yang berada di sekitar pelabuhan mulai dari distribusi alat berat hingga perkebunan.”
Perjanjian awalnya dengan Astratel bukanlah divestasi secara total, melainkan kerja sama dengan mekanisme right issue atau penawaran saham terbatas. Namun, di pertengahan, karena tertarik dan membutuhkan infrastruktur tersebut untuk menunjang bisnisnya, Astratel justru menawarkan divestasi secara total dan disepakati oleh para pemegang saham.
"Pekan lalu, kita sudah beres-beres dan bayar semua ini kepada investor awal," kata Edward. Investor yang ia maksud adalah Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI) yang berinvestasi sebesar Rp 200 miliar dan Yayasan Telkom dengan nilai investasi Rp 125 miliar.
Kedua yayasan tersebut berinvestasi dalam bentuk reksadana penyertaan terbatas Bahana Private Equity Pelabuhan (RDPT BPEP), yang dikelola oleh Bahana TCW. Instrumen investasi ini diterbitkan oleh Bahana pada 2008 lalu sebagai jembatan untuk menghubungkan investasi pasar modal langsung ke sektor riil. Dalam hal ini adalah pembangunan infrastruktur Pelabuhan Penajam Banua Tanaka, yang dikenal dengan nama Eastkal.
Ia mengaku tidak mudah memberi pengertian pada investor awal yang masih berpola pikir bahwa investasi pasar modal harus selalu mendapat imbal yang tinggi dalam waktu singkat. Sedangkan instrumen yang diterbitkan lebih kepada bentuk investasi jangka panjang.
GUSTIDHA BUDIARTIE