TEMPO.CO, Jakarta - Produksi susu dalam negeri yang tak mampu memenuhi kebutuhan nasional ternyata bukan karena populasi sapi yang kurang. "Penyebabnya hampir sebagian besar sapi perah kami kekurangan gizi," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Syukur Irwantoro, Kamis, 17 Januari 2013.
Menurutnya, sapi perah lokal kurang gizi akibat penggunaan pakan ternak yang kurang baik. Akibatnya, produktivitas sapi perah turun dan mempengaruhi frekuensi tingkat kelahiran anak sapi perah. "Frekuensi beranak yang harusnya mampu delapan kali, tapi di Indonesia hanya empat sampai lima kali. Setelah itu sapi mengalami osteoporosis," kata Syukur.
Syukur mengatakan, Kementerian tengah merancang program bantuan langsung subsidi pakan ternak. Tujuannya, agar peternak sapi perah mampu mengakses pakan yang lebih bermutu sehingga meningkatkan produktivitas. Uji coba sistem subsidi pakan ternak ini mulai berlangsung pada tahun ini.
Pada tahap awal, kata dia, subsidi langsung pakan ternak akan diberikan kepada 100 kelompok ternak di sentra-sentara produksi susu sapi. “Kalau semua sistem sudah jalan, kami akan usulkan agar menjadi program nasional subsidi pakan,” katanya.
Menurut catatan Dewan Persusuan Nasional, saat ini terdapat 120 ribu rumah tangga peternak sapi perah yang sebagian berada di Jawa. Rata-rata setiap peternak memiliki sapi 2-4 ekor. Setiap hari tidak kurang dari 1.900 ton susu segar yang dihasilkan peternak senilai Rp 6,5 miliar.
Tingkat konsumsi susu di Indonesia sekitar 10 liter per kapita per tahun. Namun, selama satu dekade hanya mampu memenuhi sekitar 25 persen kebutuhan susu nasional, sehingga 75 persen sisanya harus diimpor.
ROSALINA