TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmani, membantah jika pungutan pajak kepada kelompok usaha kecil mikro (UKM) dapat mengganggu iklim usaha dan membebani kelompok usaha tersebut. Menurut dia, kebijakan penerapan pajak tersebut justru merupakan bentuk fasilitas yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak.
"Justru pungutan pajak satu persen itu fasilitas. Mestinya mereka bayar pajak 25 persen dari laba. Ini satu persen dari omzet. Jadi jauh lebih rendah," kata Fuad di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa malam, 8 Januari 2013.
Fuad juga menyatakan tidak semua pelaku usaha kecil menengah tahun ini akan dikenakan pajak. Pemungutan pajak akan diberlakukan secara bertahap. "Jadi bisa saja potensi penerimaannya tahun depan. Tapi dimulainya dari tahun 2013," katanya.
Dia membantah jika kebijakan pemberlakuan pajak untuk pelaku usaha kecil untuk menggenjot penerimaan pajak yang tahun 2013. Menurut dia, kebijakan tersebut dilakukan untuk memberikan pendidikan kepada semua pelaku usaha dan warga negara agar membayar pajak.
"Saya sendiri belum hitung berapa perkiraan pendapatan. Yang penting itu ekstensifikasi. Apakah nanti dapatnya besar atau tidak saya enggak tahu. Sleian itu, bukan berarti juga mereka tahun ini bayar pajak, bisa tahun depan," katanya.
Menurut Fuad, yang menjadi sasaran Ditjen Pajak adalah kelompok usaha kecil yang omzetnya Rp4,8 miliar. "Tapi kan itu omzetnya enggak kecil. Lihat di Mangga Dua sana, mereka incomenya besar dan kaya-kaya. Jadi ini untuk mendidik semua orang di Indonesia bayar pajak yang mampu," kata Fuad.
Ditjen Pajak Kemenkeu telah menyiapkan rancangan dalam bentuk Peraturan Pemerintah terkait penarikan pajak kelompok usaha kecil berdasarkan omsetnya, yaitu 1 persen untuk usaha dengan omset Rp0-Rp4,8 miliar. Pungutan pajak ini memiliki pengecualian untuk pedagang yang usahanya tidak tetap,seperti pedagang bakso keliling dan lainnya
ANGGA SUKMA WIJAYA