TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Daging Sapi (KDS) Jakarta Raya, Sarman Simajorang, mengusulkan agar pemerintah merevisi kebijakan pemangkasan kuota daging impor sapi. Menurut dia, swasembada sapi baru bisa dicapai dalam 20-25 tahun mendatang sehingga kebijakan impor harus segera diubah.
“Swasembada sapi hendaknya dicapai per zona. Tidak langsung berskala nasional seperti sekarang. Pemerintah harus fokus, misalnya per provinsi dahulu. Dimulai Jawa Timur lalu Jawa Tengah,” katanya ketika dihubungi Tempo, Senin, 19 November 2012.
Menurut Sarman, setelah swasembada per provinsi dicapai, barulah pemerintah merancang kebijakan untuk mencapai swasembada per zona atau antarpulau, misalnya di Sumatera dan Jawa. “Setelah per pulau sudah tercapai swasembada, baru bicara secara nasional. Jangan seperti sekarang yang langsung dalam tingkat nasional. Dengan demikian, diharapkan gejolak kelangkaan sapi tidak terulang,” ucapnya.
Ia menilai pemangkasan kuota daging impor sebagai penyebab minimnya stok sapi dalam negeri. Target pemerintah untuk merealisasikan swasembada sapi pada 2014 tidak realistis dan justru menyebabkan gejolak pasokan sapi domestik.
“Kuota impor 2011 mencapai 100 ribu ton, lalu langsung dipangkas drastis menjadi 34 ribu ton. Ini terlalu drastis dan berlebihan,” katanya. Sarman menambahkan, kalangan pengusaha dan pedagang sapi mendukung rencana pemerintah mengenai swasembada sapi. Namun, langkah yang dilakukan pemerintah harus realistis.
Ia menyarankan pemangkasan kuota impor diturunkan secara bertahap, misalnya dari 100 ribu ton menjadi 90 ribu ton. Kebijakan pemerintah yang memaksakan pemangkasan sapi ini justru merugikan pedagang sapi lokal, baik di pasar tradisional maupun retail modern.
Menurut Sarman, pemerintah hanya mempertimbangkan kesiapan stok konsumsi masyarakat dengan kebijakan pemangkasan impor tersebut. Tapi mereka melupakan kalangan dunia usaha yang membutuhkan daging sapi sebagai bahan baku. Akibatnya, pedagang kesulitan menemukan pasokan sapi dan harga daging sapi pun melonjak naik.
“Mereka sudah teriak-teriak. Banyak sekali pelaku usaha yang dirugikan, skala kecil maupun besar. Industri olahan seperti bakso, sosis, hotel, restoran, kafe, dan warung makan. Pemerintah tidak pernah memikirkan hal ini dan akhirnya gejolak pasokan ini terjadi.”
Sarman membantah jika masalah pasokan sapi hanya terkait dengan masalah distribusi. Menurut dia, selama kuota daging impor tidak ditambah demi menjamin pasokan sapi lokal, masalah kelangkaan daging sapi akan terus terjadi. “Pemerintah mau mendatangkan 5.000 sapi dari NTB. Mana jaminan harganya tidak akan mahal ketika sampai ke pedagang?”
ANANDA W. TERESIA
Berita Terkait:
Setelah Tempe-tahu, Kini Daging Langka
Daging Mahal, Pemerintah Pangkas Kuota Impor
Sisi Negatif dan Positif Daging Langka
Daging Langka, Penjual Rawon Rugi
Daging Hilang, Tukang Bakso di Depok Kebingungan