TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, memproyeksi Bank Indonesia tidak akan mengubah suku bunga acuan (BI Rate) pada level 5,75 persen. Pasalnya, tidak terjadi gejolak inflasi di dalam negeri.
Lagi pula, negara-negara lain juga tidak menaikkan suku bunga bank mereka. “Dengan rate begini saja, orang sudah berlomba-lomba masuk ke Indonesia. Jadi, tidak usah diubah,” ujarnya ketika dihubungi, Kamis, 1 November 2012.
Ia memprediksi inflasi pada Oktober akan naik tipis 0,01 persen dibandingkan dengan tingkat inflasi pada September 2012. Tingkat inflasi pada September mencapai 4,31 persen.
Angka ini sedikit berbeda bila dibandingkan dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi pada Oktober mencapai 0,16 persen, naik dari level inflasi September yang mencapai 0,01 persen. Inflasi year on year Oktober mencapai 4,61 persen, sementara inflasi tahun berjalan (year to date) dari Januari-Oktober 2012 mencapai 3,66 persen.
Aviliani menilai kenaikan tipis inflasi ini disebabkan tidak terjadinya gejolak dalam pasar. “Tingkat inflasi rendah karena tidak ada gejolak nilai tukar dan tidak ada gejolak harga,” katanya.
Ia menambahkan, level inflasi juga tidak akan meningkat signifikan sampai akhir tahun. Seperti diketahui, dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012, level inflasi mencapai 6,8 persen. Menurut Aviliani, sampai akhir tahun tingkat inflasi tidak akan sampai 6,5 persen.
Tingkat inflasi yang rendah ini merupakan suatu hal yang positif bagi Indonesia. Menurut Aviliani, dengan tingkat inflasi yang rendah, Indonesia masih merupakan tujuan investasi dari pemodal asing. Selain itu, tingkat inflasi yang rendah menandakan daya beli masyarakat masih tinggi.
ANANDA W. TERESIA