TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, menilai langkah pemerintah yang terlalu mengandalkan penambahan lahan untuk sawah adalah keliru. Sebab, lahan sawah baru justru membutuhkan waktu lebih lama untuk panen karena harus menambah pengairan, membabat hutan baru, dan memindahkan para transmigran.
"Menambah lahan sawah baru 100 ribu hektare belum tentu 10 tahun selesai. Swasembada bisa makin molor," kata Kalla dalam acara bedah buku Jurus Jitu Atasi Krisis, di gedung Bulog, Jakarta, Senin, 15 Oktober 2012.
Pemerintah, lanjutnya, hanya perlu meningkatkan produktivitas lahan sawah dari 5 ton per hektare menjadi 6-7 ton per hektare. Dengan peningkatan produktivitas ini, pemerintah tidak perlu investasi besar-besaran dan bisa dijalankan dalam jangka waktu satu tahun.
Peningkatan produktivitas lahan sawah ini, lanjutnya, tentu membutuhkan peran perguruan tinggi negeri dan swasta dalam pengembangan riset benih unggul. Produktivitas yang tinggi dianggap lebih mampu meningkatkan pendapatan petani ketimbang menambah lahan sawah baru.
"Kita masih ada ruang menaikkan produktivitas lahan sawah 40 persen menjadi 7 ton per hektare. Vietnam saja bisa 8 ton dan Cina 10 ton per hektare," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah mencanangkan program bernama Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K), yang bertujuan mendukung target surplus produksi beras sebesar 10 juta ton pada 2014. Dalam jangka pendek, juga akan dicetak sawah baru seluas 100 ribu hektare, yang terbagi atas 30 ribu hektare digarap oleh PT Pertani, 40 ribu hektare PT Syang Hyang Seri, dan 30 ribu hektare oleh Pusri.
Kalla menilai kebijakan BUMN menambah lahan sawah baru sama dengan ingin menyaingi petani. "Kalau menambah sawah berarti memiskinkan petani. Keliru kalau BUMN mau tambah sawah karena pendapatan petani akan turun," ujarnya.
ROSALINA
Berita terpopuler lainnya:
Pesawat Sriwijaya Air Salah Mendarat
Ramai-ramai Menyelewengkan ''Beras Miskin''
Gita Wirjawan Jualan Manggis di Selandia Baru
Investasi Reksa Dana Masih Minim Peminat
Rupiah Sulit Beranjak Dari 9.600
BPK Audit LSerentak Freeport, Antam, dan Newmont