TEMPO.CO, Yogyakarta- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan tak membahas persoalan serius dengan Presiden Republik Cek, Vaclav Klaus, yang berkunjung ke Yogyakarta. Sultan mengatakan tak ada pembicaraan khusus soal perkembangan kelanjutan Bandara Internasional Yogyakarta. Megaproyek itu hingga kini belum terealisasi.
“Enggak sampai membahas soal itu. Presiden juga sore ini harus langsung ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden SBY, hanya silaturahim biasa,” kata Sultan, usai menemani Klaus dan istrinya, Klausova, berkeliling melihat kompleks Keraton, Minggu, 8 Juli 2012.
Sultan mengatakan Republik Cek memang sangat berjasa kepada pemerintah Indonesia khususnya DI Yogyakarta karena paling serius menanggapi rencana pembangunan bandara baru pengganti Bandara Adi Sutjipto. Bandara ini dinilai sudah terlalu berat beban.
Melalui investor Mott McDonald, Republik Cek menggelontorkan bantuan hibah berupa pembuatan masterplan prastudi kelayakan bandara internasional Daerah Istimewa Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo dan sarana transportasi yang menghabiskan anggaran sekitar US$ 2,5 juta. Kepada Republik Cek, DI Yogyakarta menawarkan kerja sama pengembangan industri kreatif teknologi informasi yang jumlahnya sekitar 98 perusahaan. “Khusus untuk bandara ini, Republik Cek hanya berhenti sampai masterplan. Tak ada bantuan modal,” kata Sultan.
Pengerjaan proyek bandara baru itu sendiri nantinya akan dipegang oleh PT Angkasa Pura I yang menggandeng investor asing asal India yakni GVK Group. Sekarang, kata Sultan, tahapan yang dilakukan adalah merealisasikan hasil masterplan yang dibuat Cek itu. Sultan enggan membeberkan tempat persisnya pembangunan bandara itu meski rujukan studi yang dilakukan sebelumnya ada di Kulonprogo.
Lokasi pasti itu dirahasiakan guna menghindari terjadinya penggelembungan harga tanah akibat permaianan makelar. “Soal lokasi itu cukup saya yang tahu. Saya sebutkan nanti jika studi kelayakan yang sekarang dilakukan selesai agar tanah tidak dimainkan dan membuat investor lari,” kata Raja Keraton itu.
Pembangunan bandara internasional ini dilatarbelakangi kondisi Bandara Adisutjipto yang saat ini sudah begitu padat. Dalam lima tahun ke depan Adisutjipto diperkirakan sudah tidak mampu lagi menampung penumpang.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Tommy Soetomo dalam penandatanganan nota kesepahaman pembangunan bandara baru di Yogya beberapa waktu lalu menyatakan pada 2010 penumpang domestik di Adisutjipto mencapai 3,4 juta orang dan penumpang internasional sekitar 206 ribu orang. Sedangkan luas terminal domestik dan internasional yang ada saat ini hanya cukup untuk 1,05 juta penumpang per tahun. “Tingkat penggunaan terminal saat ini sudah mencapai lebih dari 300 persen,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO