TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan Gas Negara mengatakan kenaikan harga gas demi menyelamatkan perusahaan dari kerugian. Sebab pendapatan yang diperoleh akan digunakan untuk mengimbangi kenaikan harga gas di hulu yang melonjak hingga 203 persen.
"Satu sen saja di bawah harga baru, kami nombok," ujar Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad, 24 Juni 2012.
Saat ini PGN memberlakukan kenaikan harga gas sebesar 55 persen, dari US$ 6,6 per MMBTU menjadi US$ 10,2 per MMBTU. Kenaikan ini buntut dari melonjaknya harga gas dari dua pemasok di industri hulu. Mereka adalah Conoco Philips yang menaikan harga sebesar 203 persen menjadi US$ 5,6 per MMBTU dan Pertamina Pagardewa naik 141 persen menjadi US$ 5,5 per MMBTU. Keduanya merupakan pemasok 85 persen untuk kawasan vital Jawa bagian barat.
Hendi menegaskan PGN merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara. Maka perseroan harus memberikan dividen dan keuntungan bagi negara. Sebab lebih dari 50 persen saham PGN masih dimiliki oleh pemerintah. "Penyesuaian (harga) ini juga untuk kurangi beban subsidi pemerintah," paparnya.
Dalam kesempatan ini ia juga mengklarifikasi tidak curi start dalam menaikkan harga gas. Karena hanya menyesuaikan dengan kenaikan di hulu yang berlaku sejak awal April lalu.
Pemerintah sebelumnya menyebutkan pihak Conoco dan Pertamina belum menaikkan harga gas. Hendi membantah itu. "Kami telah menerima tagihan dari Pertamina dengan tarif baru," ujarnya. Namun ia menolak merinci tanggal surat tagihan tersebut serta besarannya.
M. ANDI PERDANA