TEMPO.CO, New York - Harga minyak jatuh ke level terendahnya sejak Oktober lalu setelah persediaan minyak Amerika Serikat (AS) meningkat secara mengejutkan. Investor khawatir akan penawaran dan permintaan pasar, dan hanya sedikit dipengaruhi oleh keputusan bank sentral AS (The Federal Reserve).
The Fed kembali mempertahankan suku bunganya dan akan terus melanjutkan program Operation Twist-nya hingga akhir tahun ini. Bank sentral juga memangkas pertumbuhan dan inflasi, serta mengatakan pengangguran masih berada di atas 8 persen hingga akhir tahun.
Harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk kontrak bulan Juli anjlok US$ 2,23 (2,7 persen) menjadi US$ 81,9 per barel di bursa komoditas New York semalam. Ini merupakan harga terendah untuk harga kontrak sebulan ke depan sejak 5 Oktober lalu.
Di pasar Asia pagi ini harga minyak kembali turun US$ 0,88 (1,08 persen) menjadi US$ 80,57 per barel. Di pasar Asia pagi ini harga minyak kembali turun US$ 0,88 (1,08 persen) menjadi US$ 80,57 per barel.
Harga minyak ditransaksikan di level US$ 83,02 per barel sebelum Administrasi Informasi Energi (EIA) merilis data, dan ditransaksikan di US$ 81,95 per barel sebelum keputusan The Fed.
Harga minyak pemanas dan bensin berjangka juga langsung bereaksi turun ke level terendahnya dalam beberapa bulan terakhir. Harga minyak juga bereaksi negatif setelah The Fed mengadakan konferensi pers. Namun bursa saham yang mampu berbalik menguat juga membuat penurunan harga bensin sedikit mereda,” kata Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates di Illionis.
“Pertemuan Dewan Gubernur The Fed (FOMC) kini efeknya kecil terhadap harga minyak. Saat ini para investor lebih peduli terhadap pasokan yang berlimpah dan buruknya permintaan,” tuturnya.
Menurut EIA, persediaan minyak AS naik 2,9 juta barel dalam sepekan yang berakhir 15 Juni lalu. Sangat berlawanan dengan perkiraan sebelumnya turun 600 ribu barel untuk minggu ini. Demikian survei yang dilakukan Platts.
EIA juga mengatakan persediaan bensin naik 900 ribu barel, serta persediaan bahan sulingan naik 1,2 juta barel. Analis memprediksikan persediaan bensin dan distilat naik 600 ribu barel.
Harga berjangka untuk bensin turun 5 sen (1,95 persen) menjadi US$ 2,6 per galon, harga terendah sejak 20 Desember lalu. Sedangkan harga minyak pemanas untuk pengiriman bulan Juli juga turun 5 sen (1,95 persen) menjadi US$ 2,59 per galon, harga terendahnya sejak 10 Januari.
Harga minyak di bursa komoditas New York telah jatuh cukup dalam dari level sebelumnya di US$ 84 per barel karena kekhawatiran terhadap memburuknya prospek ekonomi global. "Dan penurunan ini masih bisa berlanjut,” kata David Morrison, ahli strategi pasar di GFT Markets.
Namun ada kekhawatiran ketegangan antara Iran dan negara-negara Barat bisa meningkat lagi menjelang sanksi dari Uni Eropa yang akan dimulai pada bulan Juli mendatang. “Hal ini bisa memicu aksi pembelian spekulatif di pasar,” ucapnya.
MARKETWATCH / VIVA B. KUSNANDAR