TEMPO.CO , Jakarta: –- Praktek dugaan penyelewengan anggaran negara kembali terjadi di Kementerian Pertanian. Sumber Tempo mengungkapkan, kucuran subsidi pupuk sebesar Rp 450 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012 disinyalir diselewengkan menjadi biodekomposer.
Modus yang dilakukan, sumber itu melanjutkan, dengan mengubah pos pupuk bersubsidi menjadi subsidi biodekomposer padat Rp 300 miliar, biodekomposer cair Rp 100 miliar, dan organik Rp 50 miliar. “(Padahal) biodekomposer tidak pernah dibahas dalam rapat kerja Komisi,” ujarnya, Senin 21 Mei 2012.
Biodekomposer merupakan zat pengurai sisa tanaman yang tertinggal di lahan sehingga berubah menjadi pupuk organik.
Pengubahan anggaran ini dinilai melanggar undang-undang karena biodekomposer bukan tergolong pupuk. Namun Menteri Pertanian Suswono malah menyetujui anggaran ini dengan mengeluarkan memo kepada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana. “Proses ini dalam masa tender,” kata sumber.
Bahkan, menurut dia, penyalahgunaan anggaran subsidi pupuk juga terjadi pada tahun anggaran 2010 dan 2011. Dua tahun lalu, nomenklatur yang diubah adalah anggaran untuk public service obligation sapi Rp 500 miliar menjadi biodekomposer sebesar Rp 265 miliar.
Sayangnya, penyerapan anggaran itu diduga bermasalah. “Karena tidak dikeluarkan tepat waktu, diduga biodekomposer hanya ditumpuk di gudang.”
Adapun pada tahun lalu, anggaran biodekomposer disembunyikan dalam mata anggaran pemulihan lahan sebesar Rp 500 miliar dan program pupuk lain Rp 314 miliar. Sumber itu mengungkapkan, perubahan penggunaan anggaran melibatkan sejumlah anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat.
Saat ini proyek pengadaan zat pengurai itu masih dalam tahap tender. Hanya, tender terancam batal karena usul harga biodekomposer padat sangat murah, yaitu sepertiga dari pagu anggaran sebesar Rp 60 ribu per kilogram. Jika tender diteruskan, bakal berpotensi dilakukannya audit khusus proyek biodekomposer pada 2010 dan 2011 karena menggunakan harga Rp 60 ribu per kilogram.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Gatot Irianto membenarkan pihaknya sedang melakukan lelang pengadaan biodekomposer. Namun dana untuk proyek itu berasal dari anggaran penyaluran Bantuan Langsung Pupuk (BLP).
Dana BLP masuk dalam program pemulihan kesuburan lahan sawah berkelanjutan sejak 2010. “Jadi kami tidak pernah pakai dana subsidi pupuk untuk biodekomposer,” ujarnya kepada Tempo kemarin. Dia menjelaskan, penyaluran biodekomposer atas dasar permintaan pemerintah daerah dan kelompok tani.
Anggaran BLP tahun ini naik menjadi Rp 450 miliar dibanding tahun lalu sebesar Rp 350 miliar. Dana sebesar itu akan digunakan untuk penyediaan biodekomposer padat, biodekomposer cair, ditambah NPK dan pupuk organik granol. “Pengadaan BLP ini jenisnya kewenangan pengguna anggaran.”
Saat ini pengadaan BLP masih dalam proses lelang. “Kami perkirakan awal Juni semua prosesnya selesai,” kata Gatot.
Ketua Komisi Pertanian Romahurmuziy belum bisa dihubungi untuk dimintai konfirmasi. Panggilan telepon dan pesan yang dikirim tidak dijawab.
l ALI NY | AKBAR TRI KURNIAWAN | ROSALINA