TEMPO.CO, Jakarta - Persyaratan ekspor produk perikanan ke Uni Eropa dianggap semakin sulit. Ini membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kesulitan menggenjot nilai ekspornya.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP Saut Parulian Hutagalung mengatakan, negara-negara Uni Eropa mensyaratkan produk ekspor harus memiliki sertifikat keberlanjutan terhadap lingkungan. Ini berlaku untuk produk ekspor perikanan dari hasil tangkapan laut atau budidaya.
Salah satu persyaratan, ikan yang masuk ke Uni Eropa tidak boleh berasal dari penangkapan ilegal. Uni Eropa memiliki database untuk melakukan pengecekan terhadap kapal yang masuk ke suatu negara bekerja sama dengan lembaga konservasi untuk memeriksa perizinannya.
Adapun untuk ikan hasil budidaya, tidak boleh mengandung residu antibiotika karena menyangkut keamanan pangan. Jaminan ini harus dilaporkan melalui sertifikat khusus yang disampaikan tiap dua tahun sekali.
“Persyaratannya makin rumit, terutama penangkapan dari laut dimana perusahaan harus sudah masuk program sertifikasi sustainabilty. Proses ini panjang,” kata Saut dalam konferensi pers soal ekspor ikan, di kantor KKP, Jakarta, Senin, 7 Mei 2012.
Untuk bisa memenuhi syarat masuk produk ekspor perikanan ke Uni Eropa, katanya, pemerintah mendorong perusahaan mendapat sertifikat yang dimaksud. Saat ini, setidaknya ada empat jenis ikan yang sedang dalam proses sertifikasi, yaitu cakalang, kakap merah, kerapu, dan rajungan.
“Empat ini sekarang dalam proses sertifikasi, sudah tiga tahun lebih belum lolos, tapi terus kami usahakan,” katanya.
Secara umum, lanjutnya, produk perikanan yang masuk ke Uni Eropa harus memiliki mutu tinggi, seperti bebas dari logam berat dan terjaga kebersihannya. Jika melanggar, maka approval number perusahaan bisa dicabut dan barang akan dikembalikan ke negara pengirim.
“Di Uni Eropa, meskipun pasarnya mulai melemah, tetapi standar persyaratannya naik. Dan setiap negara pengekspor berusaha memenuhinya karena berarti standar makin baik dan bisa diterima di negara lain kalau ditolak di Uni Eropa,” katanya.
Dia menyebutkan, tahun ini KKP memasang target nilai ekspor US$ 3,6 miliar atau naik dari tahun lalu yang tercapai US$3,5 miliar. Pasar ekspor utama produk perikanan Indonesia adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Ketiga pasar ini menguasai 65-70 persen nilai ekspor Indonesia. Sisanya 12 persen ekspor ke ASEAN dan Asia minus Jepang, yaitu Cina, Hongkong, Taiwan, dan Korea sebesar 11 persen.
“Karena ekspor ke tiga kawasan utama ini yang terbesar, maka harus kami amankan lebih dahulu agar tercapai target ekspornya. Ke depan kami akan mencoba memasarkan produk pengalengan ikan,” ujarnya.
Nilai ekspor khusus ke Uni Eropa tahun ini ditargetkan mencapai US$ 500 juta. Nilai ini meningkat dibanding tahun lalu (2011) yang nilainya US$ 460 juta dengan volume sebanyak 102.300 ton. Sedangkan pada 2010 pencapaian ekspor ke Uni Eropa 80.400 ton dengan nilai US$ 331 juta.
ROSALINA