TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo menyatakan selama lima tahun terakhir temuan potensi kerugian negara mencapai Rp 121 triliun. Telah dikembalikan ke kas negara sebanyak Rp 30,33 triliun. "Selanjutnya (sisanya) akan ditindaklanjuti, diproses, yang sudah bayar sekian, yang belum sekian," kata Hadi di kantor Kepresidenan, Senin, 9 April 2012.
Namun, menurut dia, temuan ini belum tentu penyimpangan. Kalau ada sanggahan atau penjelasan yang bisa diterima maka temuan tersebut di-drop. "Bagi sanggahan yang ada novum (bukti) atau ada pemeriksa kekayaan yang khilaf, seperti kekhilafan hakim, bisa dipertimbangkan," katanya. Sedangkan laporan yang ada unsur pidananya akan diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
Hadi melanjutkan sudah ada 318 kasus indikasi tindak pidana korupsi yang diserahkan pada penegak hukum sepanjang 2003 hingga akhir 2010. Dengan total nilai Rp 33.87 triliun, di antaranya 13 kasus telah disampaikan BPK kepada aparat penegak hukum pada periode semester II tahun 2011. "Yang ditindaklanjuti baru sekitar 80 persen," kata dia.
Sepanjang semester II tahun 2011, Hadi melanjutkan, juga terdapat temuan 12.612 kasus senilai Rp20,25 triliun. Dari total temuan pemeriksaan BPK tersebut, sebanyak 4.941 kasus senilai Rp13,25 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan.
Adapun temuan pemeriksaan berupa ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebanyak 1.056 kasus senilai Rp6,99 triliun. BPK juga menemukan penyimpangan administrasi dan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) sebanyak 6.615 kasus.
Hadi menjelaskan laporan BPK sesuai bunyi pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 sudah merupakan sebuah keputusan. Dan sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 3 menegaskan diberikan kesempatan kepada auditee untuk menanggapi.
"Bagi yang tidak menindaklanjuti ada sanksi pidana 1,5 tahun dan atau denda 500 juta, sesuai pasal 26, ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan dan pengelolaan tanggung jawab keuangan negara," kata dia.
Hal lain yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan adalah membaiknya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, baik secara entitas maupun yang mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian. "Tahun lalu LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) yang mendapat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) hanya tiga persen, sekarang naik jadi tujuh persen," kata dia.
Dengan penyerahan laporan ini, sepanjang tahun 2011 BPK menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas 516 LKPD dari 524 pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Sebanyak 358 LKPD diselesaikan semester I, sedang 158 tambahannya dimasukkan di semester II.
Adapun perbedaan antara jumlah pemerintah daerah yang ada dengan hasil pemeriksaan LKPD meliputi dua pemerintah daerah yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Waropen dan Pemerintah Daerah Kabupaten Mamberamo Raya baru menyampaikan laporan keuangan ke BPK pada Tahun 2012. Sedangkan hasil pemeriksaan atas dua LKPD (Kabupaten Buru Selatan dan Kabupaten Kepulauan Aru) masih dalam proses penyusunan laporan.
Selanjutnya empat pemerintah daerah kabupaten pemekaran pada Provinsi Papua(Kabupaten Deiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, dan Kabupaten Puncak) belum wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.
ARYANI KRISTANTI